Indonesia (C) Emas 2045

Hal itu belum terhitung dengan masyarakat-masyarakat adat yang kehilangan ruang hidup gegara eksploitasi yang membabi buta. Sementara masyarakat, tidak punya kuasa untuk menolak atau melawan.

Kedua, sektor lingkungan. Terlihat perusahaan-perusahaan tambang hingga kelapa sawit bertebaran dimana-mana. Akibatnya, mata pencaharian petani dan nelayan perlahan-lahan tersisihkan dan diganti dengan industri pertambangan yang sejatinya justru menciptakan pseudo-welfare (kesejahteraan semu).

Sementara pemilik-pemilik perusahaan, hanya datang mengeksploitasi, mengambil hasilnya, lantas pergi entah kemana setelah sumber daya alamnya terkuras habis.

Ketiga, sektor ekonomi. Sebagai contoh, Maluku Utara tercatat sebagai provinsi dengan tingkat pertumbuhan ekonominya paling baik dibanding provinsi-provinsi lain, dimana tambang menjadi penyumbang terbesar. Untuk melihat posisi dilematisnya, lihat narasi sektor lingkungan.

Keempat, sektor hukum dan tata kelola. Kita bisa melihat sendiri bagaimana kotornya proses-proses politik yang sedang berjalan hari-hari ini. Setumpuk persoalan-persoalan politik yang dari periode ke periode selalu sama saja dan tidak kelihatan perubahan kea arah yang lebih baik.

Tajam ke bawah, tumpul ke atas, kalau lawan disikat, kalau kawan dirangkul, koalisi PP (penguasa-pengusaha), aktif berjalan di hampir semua wilayah di Indonesia.

Sederet persoalan yang amat kompleks itu, seakan-akan mengonfirmasi bahwa Indonesia tidak sedang menapaki jalan menuju “emas” melainkan “cemas”. Kita, hanya bisa menyimpulkan jari sembari berharap keajaiban akan terjadi, kendati pesimisme kian bertumbuh.(*)

Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Kamis, 22 Agustus 2024

Selanjutnya 1 2 3 4

Komentar

Loading...