Oleh: Mursid Puko
(Mahasiswa Unutara)
Bangsa ini dikenal di berbagai belahan dunia sebagai negeri yang sangat kaya akan sumber daya alamnya, dengan kesadaran tentang realitas inilah kita membuat konstitusi tentang cara pengelolaan negara yang pas untuk kesejahteraan rakyat seperti tentang bumi, udara, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat.
Dalam Pasal 33 Ayat 4 UUD 1945 juga ditegaskan, perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan.
Tujuannya adalah agar para pemimpin bangsa ini dapat mengelola kekayaan alam secara benar demi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia bukan untuk kepentingan segelintir orang. Supaya pihak manapun tidak boleh memanfaatkan kekayaan alam di negeri ini untuk kepentingannya sendiri.
“Penjajahan kapitalisme neoliberal”
Hal yang menjadi ironis pada saat Indonesia merayakan hari kemerdekaan yang ke-79 ini adalah bukan saja belum terciptanya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat seluruhnya, melainkan kekayaan alam yang menjadi kekuatan bangsa itu semakin digerogoti oleh pihak asing yang kapitalisme neoliberal.
Pembangunan ekonomi yang menggairahkan demokrasi ekonomi yang berpedoman pada UUD 1945 semakin diterjang globalisasi ekonomi yang mengusung neoliberal yang rakus dan brutal.
Oleh karena itu, kini Indonesia semakin kehilangan kesejahteraannya dalam mengurus negerinya sendiri. Kehadiran pihak asing atas nama investasi semakin menggerogoti sumber daya alam negeri ini.
Kita pun hanya mengklaim isi bumi Indonesia sebagai milik kita, tetapi kenyataannya bukan. Semua itu sudah digadaikan kepada para kapitalis atas nama investasi.
Kekayaan alam di bumi pertiwi ini digiring ke negara-negara kapitalis. Freeport adalah contoh konkret bahwa bumi ini de jure adalah milik kita, tetapi secara de facto adalah milik kapitalis negara-negara.
Baca Halaman Selanjutnya..
Kapitalisme neoliberal adalah paham ekonomi dengan mengusung konsep pasar bebas, dari kebebasan mengaktualisasi potensi diri dan potensi alam itulah yang diharapkan dapat terciptanya kesejahteraan bagi semua.
Akan tetapi, paham ini melupakan sifat dasar manusia yang cenderung egois sehingga yang terjadi adalah keserakahan yang kian menguras energi bumi Indonesia.
Apakah pemimpin kita terus terlena dalam situasi ini? Ingat, penjajahan ala investasi saat ini begitu ganas, bahkan jauh lebih ganas daripada zaman penjajahan dulu.
Namun kini dijajah oleh banyak negara kapitalis neoliberal sehingga kerugian yang menimpa Indonesia kini jauh lebih besar daripada zaman penjajahan.
Ingat juga bahwa bercokolnya kapitalisme neoliberal itu kian memperparah keadaan Indonesia dengan terus menyuburkan berbagai bentuk korupsi di tataran elite negeri.
Sebab, bercokolnya kapitalisme neoliberalisme juga disebabkan oleh mentalitas korup yang tumbuh subur di kalangan elite negeri.
Bukan tidak mungkin masuknya dana investasi ke negeri ini dengan menguasai lahan-lahan pertambangan, perkebunan, dan lain-lain tidak terlepas dari cara kontrak kerja yang berbau amis suap dan korupsi antara pihak asing dan kaum elite negeri.
Perlu dicatat, para korporat berwatak kapitalis neoliberal yang menanamkan investasi besar-besaran di negeri ini dengan dalih ikut menyejahterakan rakyat dengan terlibat dalam penciptaan lapangan kerja, tidak selamanya benar.
Seperti ditulis Adam Smith, korporasi yang berwatak kapitalisme tidak bertujuan menciptakan lapangan kerja untuk kesejahteraan para pekerja karena mereka mempekerjakan orang (semurah mungkin) demi mencetak keuntungan.
Baca Halaman Selanjutnya..
Tugas Pemimpin Baru
Apa pun alasannya, penguasaan kekayaan alam Indonesia oleh pihak asing harus segera dihentikan. Penjajahan gaya baru ini harus diperangi.
Segala bentuk undang-undang hasil amendemen dan kontrak-kontrak karya dengan pihak asing yang merugikan Indonesia dan menguntungkan pihak asing harus ditinjau lagi.
Demokrasi ekonomi yang diamanatkan UUD 1945 sebelum amandemen harus dikembangkan. Itulah tugas pemimpin baru untuk memerdekakan bangsa ini dari penjajahan gaya baru ini.
Hingga kini belum ada pemimpin bangsa yang memiliki kemauan politik yang benar-benar mengarusutamakan rakyat sehingga kesejahteraan rakyat pun masih membawa mimpi besar yang belum terwujud. Yang terlihat para pemimpin kian makmur, sedangkan rakyat kian nestapa.
Dengan demikian bagi rakyat kecil, meski bangsa ini sudah merdeka dari kolonialisme dengan telah memproklamasikan kemerdekaannya 78 tahun lalu, sekarang kita kembali merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia yang ke-79, tapibelum benar-benar merasakan kemerdekaan yang esensial.
Setiap kali pemimpin baru dilahirkan melalui pilpres, harapan kesejahteraan yang esensial serta-merta membuncah di hadapan rakyat, tetapi harapan itu kembali terkubur dan terus terkubur.
Untunglah harapan tentang kemerdekaan yang esensial itu masih tersisa dalam genggaman rakyat dan kembali digantungkan ke pundak pemimpin terpilih.
Kalau pemimpin baru ini pun kembali membawa kemandirian yang esensial bagi rakyat kecil, dengan terus membiarkan bercokolnya penjajahan gaya baru oleh para kapitalis neoliberal itu, rakyat akan kembali mencibir dan meninggalkannya, sambil menunggu tiba saatnya untuk menghadirkan lagi pemimpin baru dambaan rakyat.(*)
Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Rabu, 21 Agustus 2024