79 Tahun Senja Kala Kemerdekaan Dalam Moncong Oligarki

Alih-alih perbaikan ekonomi namun berujung kutukan. Kerusakan lingkungan di laut dan darat, politik kavlingan, peremapasan tanah adat, kemiskinan, adalah bentuk petaka memenuhi hasrat hilirisasi pertambangan (lihat dokumenter wacthdog: Kutukan Nikel).

Pemerintah daerah sebenarnya, memiliki domain besar menjerat pihak perusahan. Akan tetapi, daerah akan dianggap tidak ramah dengan kepentingan pemerintah pusat yang jor-joran berdalil, menghalangi investasi sama halnya memperlambat tumbuhnya ekonomi Indonesia. Setidaknya, sikap ini sudah menjadi tali-temali hegemonik Negara.

Secara umum, kepungan Negara (segelintir penguasa) atas sumber daya alam di Daerah dapat menguatkan formasi oligarki yang mendiskriminasi nilai-nilai kepentingan bersama. Di sini kita melihat pemerintah daerah hanya terjebak dalam obesitas kekuasaan Negara dan memiliki pelemahan peran menghadapi imperatif-imperatif oligarki.

Kondisi dan situasi ini benar-benar harus direfleksikan dalam Hari Ulang Tahun kemerdekaan Republik Indonesia ke-79 hari ini, sehingga mengembalikan posisi Daerah seperti dalam amanat otonomi daerah adalah cara Negara menghargai eksistensi masyarakat.

Kelak kepentinganya akan di akomodasi lewat Pemerintah Daerah yang secara sosiologis dapat memahami dan membaca dasar keinginan warga dan membingkainya dalam kesejahteraan.

Akhirnya, kita akan mungkin tiba pada satu kenyataan kemerdekaan yang kerap memiliki perhatian besar pada tujuan akhir berbangsa. dengan begitu, kita akan juga keluar dari kubangan oligarki yang menjadi parasit dalam Negara.

Ini harapan besar penduduk Indonesia yang telah berikrar bahwa 17 agustus adalah hari kemerdekaan Indonesia bukan merayakan hari kemerdekaan oligarki.(*)

Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Selasa, 20 Agustus 2024

Selanjutnya 1 2 3 4

Komentar

Loading...