Oleh: Nadhir Wardhana Salama
(Mahasiswa Kesehatan Universitas Indonesia/Ketua Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Se-Indonesia 2023/2024)
Maluku Utara dengan kekayaan nikelnya menjadi magnet bagi para investor. Namun, dibalik kilauan logam mulia itu tersimpan kisah kelam tentang korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, dan kerusakan lingkungan yang sistematis.
Salah satu akar masalahnya adalah praktik pembuatan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang fiktif dan kasus suap dalam pengurusan izin tambang.
AMDAL yang seharusnya menjadi benteng terakhir bagi lingkungan dari kerusakan akibat proyek pembangunan, justru disalahgunakan menjadi alat legitimasi bagi perusahaan tambang untuk mengeksploitasi sumber daya alam tanpa mempedulikan dampaknya.
Studi lingkungan yang seharusnya berbasis bukti ilmiah yang kuat, seringkali diwarnai oleh manipulasi data, pemutarbalikan fakta, hingga pembiasan kesimpulan. Data-data lingkungan yang tidak akurat dan tidak relevan kemudian dijadikan dasar untuk menyusun AMDAL yang menyimpang dari kenyataan di lapangan.
Praktik suap dalam pengurusan izin tambang semakin memperparah situasi. Dugaan adanya aliran dana dari perusahaan tambang ke oknum-oknum tertentu untuk mempercepat proses perizinan semakin menguat.
Kolusi antara perusahaan tambang, oknum pemerintah, dan pihak-pihak terkait lainnya telah menciptakan sistem yang korup dan tidak transparan. Akibatnya, kepentingan ekonomi jangka pendek selalu diutamakan dibandingkan dengan kepentingan lingkungan dan masyarakat.
Baca Halaman Selanjutnya..
Koneksi Maut: AMDAL Fiktif, Suap, dan Bencana
Kaitan antara AMDAL fiktif, suap, dan bencana lingkungan sangatlah jelas. AMDAL yang tidak berbasis bukti membuka peluang bagi perusahaan tambang untuk melakukan kegiatan eksploitasi tanpa memperhatikan aspek-aspek lingkungan yang krusial.
Akibatnya, terjadilah kerusakan lingkungan yang parah, seperti pencemaran air, tanah, dan udara, serta hilangnya keanekaragaman hayati. Kondisi lingkungan yang semakin rapuh ini meningkatkan kerentanan wilayah terhadap bencana alam, seperti banjir, longsor, dan kekeringan.
Banjir bandang di IWIP menimbulkan pertanyaan serius mengenai kualitas AMDAL yang digunakan dalam proyek pertambangan di wilayah tersebut. Apakah AMDAL yang ada telah benar-benar mempertimbangkan dampak lingkungan secara komprehensif? Atau apakah ada upaya untuk mengabaikan potensi risiko bencana alam demi kepentingan ekonomi jangka pendek?”
Korban Utama: Masyarakat dan Lingkungan
Korban utama dari praktik koruptif dalam sektor pertambangan adalah masyarakat dan lingkungan. Masyarakat yang tinggal di sekitar area tambang seringkali mengalami berbagai permasalahan, seperti pencemaran lingkungan, konflik sosial, dan hilangnya mata pencaharian. Sementara itu, lingkungan mengalami kerusakan yang parah dan sulit untuk dipulihkan.
Jalan Keluar dari Kubangan Korupsi dan Kerusakan Lingkungan
Untuk membendung banjirnya korupsi dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh AMDAL fiktif dan suap dalam sektor pertambangan, diperlukan langkah-langkah revolusioner.
Hukuman yang tegas harus menjadi cambuk bagi perusahaan nakal dan oknum korup. Transparansi mutlak dalam setiap proses perizinan akan membatasi ruang gerak bagi praktik-praktik kotor.
Baca Halaman Selanjutnya..
Pengawasan yang ketat, melibatkan masyarakat sipil sebagai mata dan telinga, akan memastikan tidak ada lagi celah bagi pelanggaran. Sumber daya manusia yang kompeten dan berintegritas tinggi adalah kunci untuk menghasilkan AMDAL yang berkualitas dan objektif.
Reformasi total dalam sistem perizinan mutlak dilakukan agar kepentingan jangka pendek segelintir kelompok tidak lagi mengorbankan masa depan lingkungan dan masyarakat.
Terakhir, suara masyarakat harus didengar dan diakomodasi dalam setiap pengambilan keputusan terkait pengelolaan sumber daya alam. Dengan langkah-langkah komprehensif ini, kita dapat berharap agar bumi pertiwi tidak terus dirusak oleh nafsu serakah segelintir orang.
Kesimpulan
AMDAL fiktif dan suap adalah dua sisi mata uang yang sama. Keduanya merupakan ancaman serius bagi kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan perubahan mendasar dalam sistem pengelolaan sumber daya alam di Indonesia. Kita harus membangun sistem yang lebih transparan, akuntabel, dan berpihak pada kepentingan masyarakat banyak.
Pentingnya peran media dalam mengungkap kasus-kasus korupsi dan kerusakan lingkungan tidak dapat dipungkiri. Melalui pemberitaan yang kritis dan mendalam, media dapat mendorong pemerintah dan perusahaan untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka.(*)
Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Senin, 29 Juli 2024.