Oleh: Erna Suprihartiningsih, SST, M.E
(Statisisi Ahli Muda BPS Provinsi Maluku Utara)
Indonesia saat ini telah banyak mencapai kemajuan pembangunan di bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi, pengendalian inflasi, perbaikan infrastruktur, perkembangan investasi, dan perkembangan pusat-pusat industri.
Namun, persoalan sosial ekonomi masih banyak terjadi, salah satunya yaitu stunting. Stunting akan berdampak buruk pada pertumbuhan fisik, perkembangan otak dan sistem kekebalan tubuh balita.
Balita stunting berpotensi memiliki tingkat kecerdasan yang tidak optimal, mudah terserang penyakit, dan memiliki tingkat produktivitas rendah setelah dewasa.
Pemerintah berupaya menangani isu stunting ini secara cermat dan sistematis agar tidak menjadi beban pembangunan di masa depan, sehingga kemajuan pembangunan secara berkelanjutan dapat tercapai.
Perpres RI Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting adalah komitmen pemerintah dalam memerangi problem stunting sebagai salah satu program prioritas nasional pemerintah di bidang kesehatan.
Upayanya diselenggarakan secara konvergen, holistik, integratif, dan berkualitas melalui koordinasi, sinergi, dan sinkronisasi di antara kementerian/ lembaga, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, pemerintah desa, dan pemangku kepentingan, melalui intervensi gizi spesifik maupun intervensi gizi sensitif.
Hal ini juga sejalan dengan upaya pencapaian target global yang tercantum dalam Sustainable Development Goals (SDGs) khususnya pada Tujuan 2, yaitu menghilangkan kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan gizi yang baik, serta meningkatkan pertanian berkelanjutan.
Baca Halaman Selanjutnya..
Indeks Khusus Penanganan Stunting (IKPS) adalah salah satu instrumen evaluasi pelaksanaan program percepatan penurunan stunting. IKPS nasional tahun 2021-2022 menunjukkan kenaikan sebesar 0,9 persen poin. Artinya upaya percepatan penurunan stunting oleh pemerintah membuahkan hasil.
Peningkatan indeks penyusun IKPS secara nasional terjadi pada dimensi gizi, dimensi perlindungan sosial, kesehatan, dan dimensi perumahan. Namun, dimensi pangan dan dimensi pendidikan mengalami penurunan.
Pada tahun 2022, sebagian besar provinsi dengan capaian IKPS di atas angka nasional berada di wilayah Indonesia Bagian Barat, dan beberapa di Indonesia Bagian Tengah. Namun, provinsi di Indonesia Bagian Timur termasuk Maluku Utara berada pada kelompok provinsi peringkat terakhir IKPS dengan kategori sedang.
Tersirat bahwa masih ada kesenjangan penanganan stunting di tingkat provinsi antarwilayah di Indonesia. IKPS Maluku Utara tahun 2022 turun dibanding tahun 2021. Dimensi yang mengalami penurunan nilai indeks yaitu dimensi kesehatan, dimensi pangan, dimensi pendidikan dan dimensi perlindungan sosial.
Di sisi lain, dimensi gizi dan dimensi perumahan mengalami kenaikan. Namun, berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI), pada tahun 2021-2023 angka prevalensi stunting Maluku Utara terus menunjukan penurunan.
Hal tersebut merupakan berita baik bagi masyarakat di provinsi dengan indeks kebahagiaan tertinggi di Indonesia ini. Pada tahun 2024, nasional menargetkan angka prevalensi stunting sebesar 14 persen, sedangkan Maluku Utara menargetkan 15,27 persen, sehingga perlu dukungan semua pihak untuk mencapinya.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara memuat anggaran percepatan penurunan stunting melalui tiga intervensi (intervensi spesifik, intervensi sensitif, dan intervensi dukungan yang melibatkan berbagai instansi dan lintas sektor).
Baca Halaman Selanjutnya..
Jumlah anggaran belanja pemerintah untuk mendukung percepatan penurunan stunting meningkat dari tahun ke tahun merata di seluruh wilayah Indonesia. Anggaran tersebut bersumber dari penerimaan negara yang dikelola Pemerintah.
Dalam kerangka APBN pajak merupakan salah satu sumber terbesar penerimaan negara. Pajak menurut UU KUP Nomor 28 tahun 2007 Pasal 1 ayat 1 adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang.
Dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Artinya setiap pajak yang masyarakat bayarkan sebagai kontribusi wajib kepada negara bisa dirasakan manfaatnya secara luas dan jangka panjang.
Salah satunya yaitu memberantas gizi buruk dan stunting untuk mencapai Sumber Daya Manusia Indonesia yang unggul dan berdaya saing. Namun, pemerintah juga perlu terus memperkuat tata kelola keuangan negara yang lebih akuntabel, hati-hati dan berintegritas sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada rakyat.
Selanjutnya, khususnya di Maluku Utara perlu memperbaiki dimensi-dimensi di IKPS yang belum optimal. Pada dimensi kesehatan (meningkatkan layanan imunisasi, penolong persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan, dan Keluarga Berencana modern).
Dimensi pangan (menurunkan angka kerawanan pangan dan ketidakcukupan konsumsi pangan), dimensi pendidikan (meningkatkan kualitas Pendidikan Anak Usia Dini), dan dimensi perlindungan sosial (monitor kepemilikan JKN/Jamkesda dan Penerima KPS/KKS atau bantuan pangan).
Harapannya jika langkah ini konsisten diterapkan maka program pencegahan stunting dapat berjalan dengan baik dan prevalensi stunting bisa turun secara signifikan. Hal ini sebagai salah satu cerminan bahwa kualitas belanja negara sudah baik.(*)
Opini ini sudah terbit dikoran Malut Post edisi. Rabu, 26 Juni 2024.