Ternate, malutpost.com — Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Maluku Utara (Malut) diminta supaya memperjelas status kasus dugaan pemalsuan surat landerffom dan pembatalan pemberian dari kesultanan, dengan terlapor Juharno.
Juharno dilaporkan oleh Sukiman Amin, sejak tahun 2019 setelah mengklaim pemberian sebidang tanah dengan luas 1,5 hektare yang berada di Desa Kalumata, Kecamatan Kota Praja Kabupaten Maluku Utara (sebutan Kelurahan Kalumata kala itu).
Sebagaimana, itu diberikan kepada almarhum atas nama Buka karena pengabdian sebagai Jogugu Loloda di Kesultanan Ternate.
Akan tetapi, tanah yang diklaim Juharno sudah dieksekusi pihak Pengadilan Negeri (PN) Ternate sejak Senin 6 Mei 2024 lalu berdasarkan perkara nomor 34/Pdt.G/2017/PN Ternate dengan objek 2 bangunan rumah dan perkara nomor 37/Pdt.G/PN Ternate dengan 3 objek bangunan rumah.
Sukiman Amin melalui Penasehat Hukum (PH) Supriadi Hamisi kepada malutpost.com, mengatakan, laporan kliennya sejak 2019 atas kasus dugaan pemalsuan surat landerform dan surat pembatalan dilakukan yang dilakukan terlapor Juharno.
“Kasus ini sampai sekarang masih penyelidikan. Sementara rumah klien kami sudah digusur. Jadi kami harap kepastian pidananya harus dipercepat,”ungkap Supriadi, Jumat (7/6/2024).
Supriadi bilang, dalam penyelidikan, tim penyidik juga sudah melakukan gelar perkara sejak pekan lalu bersama pihak Propam Polda dan tim pengawas penyidik.
Baca halaman selanjutnya…
“Dengan gelar itu, kami sebagai korban berharap kasus tersebut dapat dinaikan ke tahap penyidikan,”harap Supriadi.
Ia mengaku, dalam gelar perkara pekan lalu, dirinya sudah memberikan bukti terutama terkait surat keterangan asli yang dipegang oleh kliennya. Bukti surat keterangan asli itu disebut cocatu atau hibah dari Sultan Iskandar Djabir M. Sjah, kemudian dilanjutkan oleh Sultan Mudaffar Syah tahun 1996.
Selain itu, sambungnya, landerfom atau surat pendaftaran tanah yang sudah di uraikan, dibuat oleh panitia Indonesia.
Artinya pada saat itu, tanah yang dikuasai Belanda, Cina dan India semua dikembalikan secara sah ke warga negara Indonesia sehingga tindak lanjut melalui undang-undang pokok Agraria, ditambah dengan peraturan teknis PP nomor 224 tahun 1991.
“Jadi jelas, dalam PP tersebut bahwa landerfom hanya dapat digunakan oleh petani bukan untuk TNI. Sementara Juharno saat itu seorang TNI,”tegasnya.
Bukan hanya itu saja. Supriadi bahkan sudah memberikan bukti surat pembatalan yang dibuat Sultan Ternate yang sekarang. Dalam isi surat itu, berisi tentang klarifikasi bahwa benar, surat tahun 1996 dibuat oleh Sultan Mudaffar Syah karena tindak lanjut dari surat M. Iskandar Djabir Syah.
Jadi artinya, surat dipegang Juharno tidak pernah dibuat oleh Sultan Ternate yang disertakan aslinya. “Kami sebagai korban, meminta agar Ditreskrimum dapat menaikan status laporan tersebut dari penyelidikan ke tahap penyidikan,”tandasnya.
Baca halaman selanjutnya…
Terpisah, Direktur Kriminal Umum (Dir Krimum) Polda Malut, Kombes Pol. Asis Effendi saat dikonfirmasi via HP belum mau memberikan keterangan secara jelas. “Saya minta waktu untuk cek ke penyidik,”pungkasnya.
Untuk diketahui, pada 1959, Kesultanan Ternate melalui Sultan Iskandar Djabir M. Sjah menyerahkan sebidang tanah perkebunan dengan luas 1,5 hektar yang berada di Desa Kalumata, Kecamatan Kota Praja Kabupaten Maluku Utara (sebutan Kelurahan Kalumata kala itu). Sebidang tanah itu diberikan kepada almarhum atas nama Buka sebagai wujud apresiasi atas pengabdian almarhum sebagai Jogugu Loloda, Kesultanan Ternate.
Pemberian tanah oleh Sultan Ternate tertera dalam sebuah surat yang disebut cucatu. Tetapi dalam waktu yang lama, surat tersebut hilang. Kemudian pada 1996, surat itu dibuatkan lagi oleh Sultan Mudaffar Sjah yang merupakan putera dari Iskandar Djabir Sjah. Surat yang dibuat kala itu, dilengkapi dengan stempel sah kesultanan Ternate beserta tanda tangan mendiang Sultan Mudaffar Sjah.
Namun pada 2016, datang pensiunan oknum TNI bernama Juharno yang mengklaim bahwa tanah itu adalah miliknya. Juharno datang ketika Sultan Mudaffar Sjah meninggal dunia. Berbekal SHM miliknya, ia meminta ganti rugi kepada ahli waris almarhum Buka dan seluruh warga yang menempati lahan/tanah tersebut.
Namun, ahli waris almarhum Buka menolak keras tindakan itu dengan berpegang teguh bahwa status tanah itu adalah tanah adat pemberian sultan dan sudah ditempati puluhan tahun.
Kemudian, Juharno pada 1978 mengaku kalau dirinya merupakan seorang petani sehingga dapat menerbitkan sertifikat Hak Milik Atas Tanah (SHM) nomor 229 tahun 1978 atas nama Juharno.
Karena, berdalih tanah itu adalah tanah negara bekas swapraja/eigendom sesuai SK Panitia Landreform No.06/PL7TRT/78 tanggal 10 Mei 1978, kemudian diproses dengan SK Gubernur No.89/HM/PL7TRT/78 tanggal 1 Desember 1978: Juharno yang diserahkan kepada Dandim 1501 Maluku Utara untuk Anggota Perwira ABRI yang bertugas saat itu sehingga terbitlah SHM Nomor 229 atas nama Juharno.
Berjalan waktu, Juharno menggugat persoalan tersebut ke PN Ternate. Setelah tuntutan oleh Juharno di Pengadilan Negeri Ternate, gelar perkara pertama pun dilakukan dengan perkara Nomor, 34/Pdt.G/2017/PN.Tte dan dimenangkan yakni Juharno.
Setelah itu, Sultan Hidayatullah Sjah mengeluarkan surat yang membenarkan surat sebelumnya oleh Alm Sultan Mudaffar Sjah tentang pemberian sebidang tanah oleh Kesultanan Ternate. Beliau (Sultan Hidayatullah Sjah) juga mengatakan bahwasannya surat pembatalan Tahun 1997 yang dimiliki Juharno tak pernah dibuat oleh Alm Sultan Mudaffar Sjah.(one/aji)