DPD bukan Dewan Perwakilan Daerah

Padahal, dalam Lembaga perwakilan rakyat bikameral, kalau tidak berhak mengajukan rancangan undang-undang, Majelis Tinggi berhak untuk mengubah, mempertimbangkan, atau menolak (veto) rancangan undang-undang dari Majelis rendah. Sekiranya hak itu juga tidak ada, Majelis Tinggi diberi hak menunda pengesahan undang-undang yang disetujui Majelis Rendah. Hak menunda pengesahan sering menjadi satu-satunya kekuatan jika Majelis Tinggi jika tidak mempunyai hak mengubah dan menolak rancangan undang-undang.

Pasca-amandemen UUD 1945 terjadi perubahan mekanisme proses pembentukan undang-undang. Secara formal, rancangan undang-undang dapat disampaikan oleh presiden, DPR, dan DPD. Pembahasan rancangan undang-undang terdiri dari dua tingkat pembicaraan. Pembahasan tingkat pertama diadakan dalam rapat komisi, rapat badan legislasi ataupun Pansus.

Sedangkan pembahasan tingkat dua diadakan dalam Sidang Paripurna DPR untuk menyetujui RUU tersebut. Dalam kaitannya dengan posisi DPD, menurut ketentuan Pasal 20 Ayat (1) UUD 1945 hasil Perubahan Pertama oleh MPR tahun 1999, DPR adalah lembaga yang berwenang membentuk undang-undang, sedangkan DPD sebagaimana ditentukan pengaturannya dalam Bab VIIA UUD 1945 hasil Perubahan Ketiga tahun 2001 hanya memiliki kewenangan terbatas untuk memberikan pertimbangan mengajukan usul saran kepada DPR, dan mengawasi pelaksanaan UU tertentu.

Peran sebagai ko-pembahas dilakukan oleh DPD dalam sidang DPR bersama pemerintah yang didahului oleh pembahasan dalam sidang DPD sendiri. Seperti ditegaskan dalam Pasal 20 Ayat (2), “setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk”. Artinya, DPR dan Presiden bersama-sama membahas RUU untuk disahkan menjadi undang-undang. Sedangkan DPD, dalam Pasal 22D Ayat (2) UUD 1945 ditegaskan:

“Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah” Melihat pasal-pasal dalam UUD 1945 yang mengatur DPD, lembaga ini tidak memiliki wewenang membentuk undang-undang bersama-sama DPR dan Presiden. Wewenang DPD terbatas dan sempit, karena DPD hanya untuk memberi pertimbangan. Seolah-olah DPD hanya berposisi sebagai Dewan Pertimbangan DPR dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. UUD 1945 secara eksplisit telah memangkas penggunaan fungsi legislasi oleh DPD.

Pasal 20 ayat (1) dan 20 A ayat (1) menentukan bahwa kekuasaan membuat undang-undang (legislasi) hanya dimiliki oleh DPR. DPD hanya ikut membahas RUU tertentu yang berkaitan dengan otonomi daerah dan dapat memberi pertimbangan kepada DPR saat DPR melaksanakan kewenangannya. Dari ketentuan tersebut jelas terlihat bahwa sistem bikameral yang dituangkan dalam UUD 1945 hasil amandemen tidak sesuai dengan prinsip bikameral yang umum dalam teori-teori ketatanegaraan, yaitu fungsi parlemen yang dijalankan oleh dua kamar secara berimbang (balance) dalam proses legislasi maupun pengawasan.

Dengan demikian, DPD berfungsi sebagai “ko-pembahas” yang dalam hal ini tentulah dimaksud “ikut membahas” rancangan undang-undang dalam sidang DPR di mana rancangan yang bersangkutan dibahas bersama oleh DPR dan Presiden. Artinya, dalam pelaksanaan fungsi legislasi, DPD tidak bisa sampai tahap persetujuan rancangan undang-undang.

Selain itu, dalam bidang legislasi, DPD juga berfungsi sebagai pemberi pertimbangan atas perancangan dan pembahasan RUU di bidang-bidang tertentu dan di bidang pengawasan, yaitu mengawasi pelaksanaan UU di bidang-bidang yang terkait dengan kepentingan daerah. Mencermati pengaturan dalam UUD 1945 dan pelaksanaan kewenangan DPD RI, Stephen Sherlock memberikan penilaian cukup menarik bahwa:

“Oleh karena itu, DPD merupakan contoh yang tidak biasa dari kamar kedua karena mewakili kombinasi yang aneh antara kekuasaan yang terbatas dan legitimasi yang tinggi. Perannya dalam pembuatan undang-undang terbatas pada bidang kebijakan tertentu, kekuasaannya hanya bersifat memberikan nasihat dan tidak ada RUU yang benar-benar perlu disahkan agar dapat disahkan, namun pada saat yang sama ia mempunyai legitimasi yang kuat karena dipilih secara penuh. Kombinasi ini tampaknya tidak dapat ditiru di tempat lain di dunia”.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4

Komentar

Loading...