Ternate, malutpost.com — Lima bangunan rumah di Kelurahan Kalumata, Kecamatan Ternate Selatan, Kota Ternate, Maluku Utara akhirnya dieksekusi Pengadilan Negeri (PN) Ternate pada, Senin (6/5/2024).
Lima rumah warga yang dieksekusi masing-masing perkara nomor 34/Pdt.G/2017/PN Ternate dengan objek 2 bangunan rumah. Sedangkan perkara nomor 37/Pdt.G/PN Ternate ada tiga objek bangunan rumah.
Jefri Pratama selaku Panitera Muda PN Ternate yang memimpin jalannya eksekusi, mengatakan, eksekusi 5 bangunan rumah di Kelurahan Kalumata, Ternate Selatan sudah berkekuatan hukum tetap.
“Sudah tidak ada upaya hukum lain karena ini berkekuatan hukum tetap, sebagaimana putusan PN Ternate,” kata Jefri saat diwawancarai malutpost.com. Untuk itu, Jefri menegaskan, yang sudah menjadi putusan PN tidak ada upaya hukum lain melainkan eksekusi pengosongan bangunan.
“Ini sudah clear dalam putusan, makanya tidak ada alasan. Ini juga sudah sesuai prosedur,” ltegasnya mengakhiri.
Amatan malutpost.com di lokasi ratusan anggota Polres Ternate ikut melakukan pengamanan jalannya eksekusi. Hingga berita ini dipublis, pemilik rumah yang diwawancarai enggan memberikan keterangan.
Baca halaman selanjutnya…
Untuk diketahui, pada tahun 1959, Kesultanan Ternate melalui Iskandar Djabir M. Sjah memberikan sebidang tanah perkebunan dengan luas 1,5 hektare di Desa Kalumata, Kecamatan Kota Praja Kabupaten Maluku Utara (sebutan Kelurahan Kalumata kala itu). Lahan ini diberikan kepada almarhum Buka karena sudah mengabdi sebagai Jogugu Loloda Kesultanan Ternate.
Pemberian tanah oleh Sultan Ternate waktu itu tercantum dalam surat yang disebut cucatu. Seiring waktu, surat tersebut telah hilang. Kemudian pada 1996, surat itu dibuatkan lagi oleh Sultan Ternate, almarhum Mudaffar Sjah.
Surat yang dibuat waktu itu, dilengkapi dengan stempel sah dari pihak Kesultanan Ternate beserta tanda tangan almarhum Mudaffar Sjah.
Namun pada 2016, datang seorang pensiunan oknum TNI bernama Juharno yang mengklaim bahwa tanah itu miliknya. Ketika Juharno datang, Sultan Mudaffar Sjah sudah meninggal dunia.
Berbekal Sertifikat Hak Milik (SHM) miliknya, Juharno meminta ganti rugi kepada ahli waris almarhum Buka dan seluruh warga yang menempati lokasi lahan/tanah tersebut.
Namun, ahli waris almarhum Buka menolak keras tindakan itu dengan berpegang teguh bahwa status tanah itu pemberian Sultan dan sudah ditempati puluhan tahun.
Baca halaman selanjutnya…
Kemudian, Juharno pada 1978 mengakui dirinya merupakan seorang petani sehingga dapat menerbitkan SHM nomor 229 tahun 1978 atas nama Joharno.
Karena, berdalih tanah adalah milik negara bekas swapraja/eigendom sesuai SK panitia Landreform No.06/PL7TRT/78 tanggal 10 Mei 1978, kemudian diproses dengan SK Gubernur No.89/HM/PL7TRT/78 tertanggal 1 Desember 1978. Lahan itu diserahkan kepada Dandim 1501 Maluku Utara kepada Juharno yang waktu itu merupakan anggota perwira ABRI sehingga terbitlah SHM nomor 229 atas nama Juharno.
Berjalan waktu, Juharno menggugat persoalan ini ke PN Ternate. Makanya Pengadilan Negeri Ternate melakukan perkara pertama sesuai perkara nomor 34/Pdt.G/2017/PN.Tte dan dimenangkan Juharno.
Setelah itu, Sultan Hidayatullah Sjah mengeluarkan surat yang membenarkan bahwa surat sebelumnya, sebagimana dikeluarkan almarhum Sultan Mudaffar Sjah tentang pemberian sebidang tanah oleh kesultanan Ternate. Beliau (Sultan Hidayatullah Sjah) juga mengatakan bahwa surat pembatalan tahun 1997 yang dimiliki Juharno tidak pernah dibuat oleh almarhum Sultan Mudaffar Sjah.(one/aji)