Ternate, malutpost.com — Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Marimoi melakukan diskusi bersama Wali Kota Ternate M Tauhid Soleman tentang pentingnya mendorong peraturan daerah (perda) ramah hak asasi manusia (HAM) di Kota Ternate, Maluku Utara.
Diskusi di aula kantor Wali Kota Ternate Jumat 3 Mei 2024 itu menghadirkan para kelompok minoritas, di antaranya Ikatan Keluarga Disabilitas Makugawene (IKDM), Srikandi Kieraha, Komunitas Rorano, Komunitas Teratai, Pemuka Agama Budha, LKS Nyinga Rimoi, serta Daurmala yang mewakili suara perempuan dan anak.
Diskusi berlangsung cukup menarik karena setiap kelompok menyampaikan problem-problem yang mereka alami dan rasakan di kehidupan masing-masing.
Misalnya para penyintas HIV/AIDS dari LKS Nyinga Rimoi yang mengaku masih cukup sulit untuk mendapatkan obat. Kemudian para Disabilitas yang mengaku sangat membutuhkan adanya Perda ramah HAM untuk mengcover semua minoritas sehingga tidak mendapat perlukan atau stigma negatif di lingkungan masyarakat.
Direktur LBH Marimoi, Fahrizal Dirhan mengatakan, diskusi ini bertujuan untuk mendapat statemen Wali Kota tentang dukungannya terhadap upaya menjadikan Kota Ternate sebagai kota inklusif dan ramah HAM.
“Agar bisa merealisasikan hal ini dalam bentuk regulasi, baik Perda maupun Perwali,” kata Fahrizal, usai diskusi.
Menurut Fahrizal, LBH Marimoi juga sudah cukup lama melakukan kajian dan diskusi seperti ini, yaitu sejak September 2022. Kajian dan diskusi yang sudah dilalui itu melibatkan politisi lokal, akademisi, mahasiswa dan berbagai kelompok minoritas, termasuk para pemuka agama minoritas di Kota Ternate.
Bahkan LBH Marimoi juga sudah membuat naskah akademik Perda ini untuk diusung ke Pemkot Ternate.
“Karena dari beberapa hasil diskusi dengan pak Wali Kota Ternate, beliau sudah bersepakat dan mau menjadi insiatif untuk menyerahkan Rancangan Perda ramah HAM ke DPRD Kota Ternate,” kata Fahrizal.
Menurut Dia, Perda ramah HAM ini penting untuk diterbitkan. Karena dari hasil survei, diskusi, maupun identifikasi terhadap kelompok minoritas yang ada di Kota Ternate semakin menguatkan bahwa Perda ramah HAM ini sangat diperlukan dengan beberapa alasan.
Diantaranya adalah karena akses pelayanan publik yang belum dirasa cukup oleh para kelompok minoritas, misalnya bagi para Disabilitas dan penyintas HIV/AIDS.
Baca halaman selanjutnya…
“Kemudian satu hal yang paling penting adalah soal tindakan tindakan yang sering mereka (minoritas) alami, seperti diskriminasi, kekerasan, bahkan perkosaan terhadap perempuan dan anak,” ungkap Fahrizal.
Atas sejumlah kondisi itu, Pemkot Ternate maupun DPRD perlu menyikapi ini dengan menerbitkan Regulasi.
“Kenapa penting, karena Kota Ternate sudah inklusif sajak dulu, jadi hal-hal demikian (inklusif) harus dijaga agar Kota Ternate tidak menjadi sarang pelanggaran HAM,” tandas Fahrizal.
Sementara Wali Kota Ternate, M Tauhid Soleman mengatakan, pihaknya akan mencari model agar problem-problem yang disampaikan melalui Diskusi ini bisa ditindaklanjuti dengan cara keberpihakan.
Menurut Wali Kota, Perda hanyalah instrumen, yang terpenting adalah seberapa banyak aspirasi dari minoritas baik disabilitas dan gender bisa terpenuhi.
“Untuk itu, sekarang sedang dipikirkan agar teman-teman komunitas ini punya forum tersendiri, sehingga forum itu bisa melahirkan berbagai aspirasi, kemudian kita lihat mana aspirasi yang menjadi skala prioritas untuk kita tuntaskan melalui APBD di setiap tahun,” kata Wali Kota saat diwawancarai usai Diskusi.
Menurut Wali Kota, diskusi ini adalah pemantik, masih ada tahapan -tahapan yang harus dilalui. (fan)