Ketika Nilai Murid Turun, Semua Orang Mendadak Pakar Pendidikan
Oleh: Salim
(Kepsek SD Alam Madani Ternate)
Jika ingin melihat dunia pendidikan dan keguruan saling serang, tidak perlu menunggu seminar nasional, tidak perlu membaca jurnal ilmiah, dan tidak perlu duduk dalam rapat dinas yang panjangnya melebihi antrian sembako. Datanglah pada satu momen paling mendebarkan dalam kalender akademik: saat hasil belajar murid keluar.
Pada saat itu, kelas terlihat biasa saja, papan tulis tetap berdiri, spidol tetap kering seperti biasanya, tetapi hubungan antar pemangku kepentingan mendadak berubah menjadi adegan drama seri.
Baca di: Koran Digital Malut Post Edisi Rabu, 26 November 2025
Bayangkan sebuah contoh sederhana. Misalnya nilai Tes Kemampuan Akademik matematika jeblok-blok-blok. Murid kebingungan, guru menghela napas panjang, kepala sekolah tiba-tiba meriang, dan para pengambil kebijakan mulai mencari siapa yang salah tanpa harus membaca data.
Pemerintah merasa ada yang tidak beres dan dengan cepat menyimpulkan bahwa gurulah yang kurang maksimal. Guru balik menuntut sistem yang tidak jelas, kurikulum yang berubah seperti cuaca, serta gaji yang kadang terasa seperti uang jajan.
Orang tua mendekati sekolah dan meminta hasil belajar yang memuaskan, seolah-olah pendidikan adalah aplikasi belanja online yang tinggal klik langsung tiba.
Sementara masyarakat berharap mutu pendidikan meningkat, tetapi tidak semua merasa perlu terlibat kecuali dalam bentuk komentar di media sosial.
Di tengah dinamika ini, kita merayakan Hari Guru. Sebuah hari yang mengingatkan kita bahwa profesi guru bukan sekadar pekerjaan, melainkan panggilan, komitmen, dan terkadang juga kesabaran tingkat tinggi.
Hari Guru menjadi momen penting untuk melihat realitas pendidikan tidak hanya dari satu sisi, tetapi dari keseluruhan ekosistemnya.
Baca Halaman Selanjutnya..