Di Balik Khidmat Upacara Hari Guru Nasional di Haltim: Harapan, Rasa Hormat, dan Pesan Mendalam Bupati Ubaid Yakub
Maba, malutpost.com – Pagi itu, Selasa (25/11/2025), langit tampak cerah seolah ikut menyambut peringatan Hari Guru Nasional yang dipusatkan di Kecamatan Wasile. Lapangan upacara perlahan dipenuhi barisan siswa, guru, pensiunan guru, masyarakat dan para pejabat pemerintah Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara.
Suasana penuh haru sekaligus kebanggaan terasa menyelimuti setiap langkah. Di sinilah, penghormatan untuk para pendidik kembali diperdengarkan. Bukan sekadar seremoni tahunan, tetapi momentum untuk melihat kembali peran guru sebagai pilar utama kemajuan daerah.
Bupati Halmahera Timur, Ubaid Yakub, hadir sebagai inspektur upacara. Mengenakan seragam bernuansa adat, Ia berdiri tegak dengan raut wajah yang mencerminkan rasa hormat mendalam kepada para guru. Upacara itu berlangsung khidmat dan hangat. Seakan seluruh mata tertuju pada satu pesan, guru adalah denyut nadi pendidikan, penjaga asa yang bekerja tanpa lelah.
Ketika menyampaikan amanat, nada suara bupati dua periode itu berubah lebih personal. Ubaid bukan hanya berbicara sebagai seorang kepala daerah, tetapi sebagai seseorang yang pernah berdiri di hadapan murid-murid dengan spidol di tangan, menuliskan huruf-huruf masa depan.
“Saya bangga pernah menjadi guru,” kata Ubaid. Kalimat itu membuat para guru dan peserta yang hadir tersenyum sambil mengangguk pelan. “Guru adalah profesi mulia. Mereka pahlawan tanpa tanda jasa, dan gelar itu bukan hanya sekadar ucapan, itu adalah kenyataan,” ujarnya.
Ucapan itu seperti menyalakan kembali semangat para guru yang hadir. Di tengah tantangan modernisasi pendidikan, tuntutan administratif, hingga keterbatasan fasilitas, mereka tetap berjalan tegak. Dan pagi itu, di lapangan Desa Bumi Restu, Wasile, penghargaan itu terasa nyata.
Namun, tidak sekadar memberi apresiasi. Bupati Ubaid juga menunjukkan kerendahan hati seorang pemimpin, dengan menyampaikan permohonan maaf kepada para guru dan insan pendidikan di Negeri Limabot Fayfiye.
“Jika dalam memimpin pemerintahan ini, saya bersama Wakil Bupati Pak Anjas Taher masih memiliki kebijakan yang kurang berpihak pada guru maupun dunia pendidikan pada umumnya, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya,” ucapnya.
Kalimat itu bukan sekadar formalitas. Sebagian guru terlihat saling pandang, ada yang mengusap ujung mata, ada juga yang tersenyum tipis. Mereka tahu, di tengah dinamika sistem pendidikan, tidak semua hal berjalan mulus. Tetapi pengakuan itu menjadi penanda bahwa suara mereka didengar oleh seorang pengambil kebijakan.
Sebuah pesan penting kemudian disampaikan kepada masyarakat. Orang nomor satu di Halmahera Timur itu, menyinggung fenomena yang akhir-akhir ini marak. Guru dilaporkan ke pihak berwajib akibat kesalahpahaman dalam proses belajar-mengajar.
“Guru juga manusia. Jika ada kekurangan atau kesalahan kecil, jangan langsung dibawa ke proses hukum. Mari saling mendukung, saling menghormati. Karena guru dan orang tua memiliki tujuan yang sama yaitu, membesarkan generasi penerus bangsa,” tegasnya.
Pesan itu menjadi bentuk advokasi moral bagi para pendidik yang sering kali berada dalam posisi rentan. Pengakuan tersebut memberi mereka ruang berekspresi, untuk diakui sebagai manusia yang bekerja dengan hati.
Selepas upacara, suasana berubah lebih hangat. Bupati Ubaid berdiri di tengah kerumunan guru, membuka ruang dialog tanpa formalitas berlebihan. Para guru menyampaikan aspirasi mereka, mulai dari mutu pendidikan yang perlu ditingkatkan, kebutuhan fasilitas belajar, hingga persoalan kesejahteraan.
Tidak ada jarak yang terasa. Para guru berbicara, bupati mencatat lalu menjawab. Dari mimik wajahnya, terlihat bahwa setiap keluhan bukan sekadar didengar, tetapi dipertimbangkan untuk ditindaklanjuti.
Pesan terakhir Ubaid di upacara itu sangat sederhana, namun mendalam: “Jika guru hebat, Halmahera Timur pasti kuat,” katanya. Itu lebih dari slogan. Itu adalah pengingat bahwa masa depan Haltim bertumpu pada kualitas mereka yang mengajar. Guru adalah cahaya yang menerangi generasi demi generasi, meski terkadang cahaya itu sendiri meredup oleh tantangan.
Tetapi pada Hari Guru Nasional ini, cahaya itu kembali dipantulkan. Lewat penghormatan, apresiasi, dialog, dan kesediaan untuk terus berbenah diri. Seperti makna dari slogan Limabot Fayfiye yakni, “mari bersama-sama memperbaiki”.
Hal itu menunjukkan bahwa pendidikan tetap menjadi prioritas. Seolah membawa pesan, di tangan para guru, masa depan Halmahera Timur sedang ditulis dengan setia. (cr-05)