Catatan
Jalan Trans Kie Raha untuk Siapa?

Padahal, meskipun dalam kondisi rusak atau rusak berat, jalan-jalan tersebut selama ini telah digunakan masyarakat sebagai prasarana transportasi, memfasilitasi pergerakan orang dan barang, serta menghubungkan akses dari desa ke desa maupun dari desa ke kota. Ruas-ruas jalan ini telah menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi lokal.
Oleh karena itu, pertanyaannya adalah: seberapa penting dan seberapa prioritaskah jalan Ekor–Kobe itu dibangun di tengah tekanan fiskal daerah akibat pemangkasan dana transfer ratusan miliar rupiah oleh Pemerintah Pusat ke Pemerintah Provinsi Maluku Utara? Untuk siapa jalan ini dibangun, bila tidak berhimpitan dengan permukiman warga?
Akankah jalan ini benar-benar menjadi urat nadi kehidupan baru bagi masyarakat? Ataukah justru mereka akan kehilangan ruang hidup akibat pembukaan lahan besar-besaran (deforestasi) oleh pemilik IUP, yang kemudian dilanjutkan dengan proyek jalan atas nama pembangunan?
Apakah masyarakat akan kembali kehilangan masa depan dan sejarah hidupnya seperti getirnya kenyataan yang mereka rasakan hari ini?
Berdasarkan data MODI Kementerian ESDM, di kawasan tersebut tercatat sejumlah izin usaha pertambangan yang telah melakukan eksploitasi bijih nikel dengan cara menebang pohon, menggali tanah, bahkan membuka jalan hauling puluhan kilometer dari titik nol Lelilef ke Ekor. Aktivitas ini telah mengubah fungsi hutan secara signifikan.
Dampaknya, setiap musim hujan dengan intensitas tinggi terjadi erosi dan sedimentasi sungai yang memicu banjir bandang di permukiman warga sekitar Kobe, Lelilef, dan sekitarnya.
Dengan demikian, sebaiknya gubernur lebih fokus pada program dan kegiatan pembangunan yang benar-benar prioritas, mendesak, dan bermanfaat langsung bagi masyarakat - salah satunya adalah peningkatan ruas jalan yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Maluku Utara.
Baca Halaman Selanjutnya..





Komentar