(Refleksi Menperingati Hari Bahasa dan Sumpah Pemuda)

Bahasa Indonesia; Nafas Kemerdekaan Bangsa

Karsila Hayat

Inilah wujud kecerdasan politik dan kearifan budaya para pemuda kala itu: memilih bahasa yang netral, terbuka, dan inklusif sebagai alat pemersatu bangsa.

Sejak saat itu, bahasa Indonesia tidak hanya menjadi alat komunikasi, tetapi juga simbol perjuangan dan identitas nasional.

Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 kemudian ditetapkan pula sebagai Hari Sumpah Pemuda sekaligus Hari Bahasa Indonesia, untuk mengenang tekad generasi muda yang menjunjung tinggi bahasa persatuan di tengah tekanan kolonialisme.

Siti Soendari: Keberanian Berbahasa di Tengah Kekuasaan Bahasa Penjajah

Perjuangan mengangkat martabat bahasa Indonesia tidak berhenti pada ikrar Sumpah Pemuda. Seorang pemudi bernama Siti Soendari memberikan teladan nyata tentang bagaimana sumpah itu dijalankan. Ia adalah seorang perempuan terpelajar dan terbiasa menggunakan bahasa Belanda.

Namun, sebagai bentuk komitmen terhadap Sumpah Pemuda, ia bertekad menggunakan bahasa Indonesia di forum resmi Kongres Perempuan Indonesia yang diselenggarakan pada 22–25 Desember 1928—hanya dua bulan setelah Sumpah Pemuda dikumandangkan.

Pidato Siti Soendari disampaikan dalam bahasa Indonesia dengan semangat yang menggelora. Ia berbicara dengan dengan bangga dan lancar, menyampaikan gagasan dalam bahasa bangsanya sendiri adalah tindakan yang heroik.

Pidato itu menjadi simbol bahwa perjuangan untuk menegakkan bahasa Indonesia adalah perjuangan melawan ketergantungan, melawan rasa minder, dan melawan hegemoni budaya asing.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5 6

Komentar

Loading...