(Refleksi Menperingati Hari Bahasa dan Sumpah Pemuda)

Bahasa Indonesia; Nafas Kemerdekaan Bangsa

Karsila Hayat

Ia menyatakan, “Saya merasa jijik dengan apa yang telah diperbuat Belanda dan saya berniat, segera setelah pulang ke tanah air, untuk menemukan seorang guru yang bisa membantu memperbaiki bahasa Melayu dan Jawa saya yang sangat terabaikan, karena keduanya dalam kondisi yang sangat menyedihkan.” (Yudi Latif, Negara Paripurna, 2015:314).

Pernyataan itu menggambarkan kesadaran awal kaum muda terpelajar bahwa penjajahan bukan hanya merampas tanah air, tetapi juga martabat dan bahasa mereka.

Bahasa yang seharusnya menjadi lambang kepribadian bangsa telah tergeser oleh bahasa penjajah. Dari sinilah muncul kesadaran nasional bahwa kemerdekaan sejati tidak akan pernah tercapai tanpa pembebasan bahasa.

Bahasa Indonesia: Janji yang Diteguhkan dalam Sumpah Pemuda

Kesadaran kaum muda untuk merebut kembali identitas melalui bahasa mencapai puncaknya pada tahun 1928. Di tengah semangat pergerakan nasional yang semakin menguat, para pemuda dari berbagai daerah, suku, dan latar belakang berkumpul di Jakarta dalam sebuah kongres bersejarah.

Dari forum itulah lahir Sumpah Pemuda, sebuah ikrar monumental yang menegaskan tiga hal penting: satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa persatuan — bahasa Indonesia.

Pilihan terhadap bahasa Indonesia (yang berasal dari bahasa Melayu) bukanlah keputusan sederhana. Pada masa itu, bahasa Melayu belum sepenuhnya menjadi bahasa komunikasi nasional.

Namun, kaum muda memandang bahwa bahasa ini memiliki potensi besar untuk mempersatukan. Bahasa Melayu mudah dipelajari, telah digunakan secara luas di berbagai wilayah Nusantara, dan tidak diklaim oleh satu etnis tertentu.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5 6

Komentar

Loading...