Guru dan Masa Depan Daerah

Sejatinya, kita menyadari bagaimana nasib para guru di Halmahera Tengah, yang dimutasi jauh dari istri, suami, anak dan sanak saudaranya. Guru yang sebelumnya memegang jabatan kepala sekolah, kini jabatan itu telah hilang, Guru yang sebelumnya mendapatkan tunjangan sertifikasi, kini tidak lagi mendapat tunjangan sertifikasi, akibat dari jam mengajarnya berkurang dari 14 jam.

Padahal sebagai manusia biasa, mereka juga butuh kesejahteraan, butuh karier, dan butuh penghidupan keluarganya dan itu wajar saja, memang begitulah manusia. Tetapi di sisi lain, ada manusia lain yang juga membutuhkan mereka. Hal yang sama juga Kepala daerah, sebagai manusia biasa juga, tentu membutuhkan dukungan untuk mempertahankan kekuasaan. Relasi antara keduanya tidak lepas dari sifat dasar manusia, saling bergantung (Zoon Politicon).

Pendidikan adalah salah satu subsistem dalam masyarakat yang menerima input dari sistem politik. Ketika input berupa kepentingan politik lebih dominan, output berupa kebijakan pendidikan sering kali menjadi terdistorsi. Mutasi dan promosi guru, yang seharusnya berbasis kompetensi, berubah menjadi alat untuk memperkuat status quo.

Ketika pendidikan menjadi alat politik, dampaknya tidak hanya dirasakan oleh guru, tetapi juga oleh generasi penerus. Guru kehilangan otonomi mereka sebagai pendidik.

Jabatan-jabatan strategis di sekolah diisi oleh individu-individu yang tidak selalu kompeten. Siswa, yang seharusnya menjadi fokus utama pendidikan, menjadi korban.

Dalam jangka panjang, dampak ini merusak kualitas pendidikan secara keseluruhan. Teori human capital menegaskan, bahwa pendidikan adalah investasi untuk menciptakan sumber daya manusia yang unggul. Ketika sektor pendidikan terganggu oleh kepentingan politik, hasilnya adalah generasi yang kehilangan peluang untuk berkembang maksimal.

Guru adalah pilar utama pendidikan. Mereka tidak boleh dijadikan alat politik untuk kepentingan pilkada. Pendidikan adalah masa depan bangsa, bukan ladang transaksi politik.

Mari, kita berpolitik saja. Tapi, jangan ganggu guru. Jangan jadikan mereka subordinat dalam sistem politik yang tidak adil. Jika kita terus mengorbankan pendidikan demi kekuasaan, kita sedang menghancurkan masa depan generasi mendatang.

Kepala daerah dan kita semua harus punya tanggung jawab yang sama bahwa mereka (Guru) harus kita lindungi, kita tingkatkan kualitas sumber daya manusianya. Bukan sebaliknya kita peralat untuk mempertahankan kekuasaan dan kepentingan politik kita masing-masing. Karena ketika pendidikan menjadi korban, kita semua akan menanggung akibatnya. Untuk itu, biarlah guru tetap independent.

Akhirnya, Saya yakin dan percaya akan integritas kepemimpinan Ikram- Ahlan, di mana semua problem krusial soal mutasi ini akan dibenahi, diperbaiki dan dievaluasi untuk mencapai suatu keadilan inklusif bagi masa depan masyarakat Halmahera Tengah yang lebih bermartabat.

Semoga catatan ini dapat menjadi sumbangan berarti untuk daerah yang sama-sama kita cintai ini. (*)

Selanjutnya 1 2

Komentar

Loading...