Warisan Pembodohan: Keresahan di Balik ‘Training’ Mahasiswa Baru

Bachtiar S. Malawat

Penelitian Pusat Kajian Pendidikan (Pusdik) pada 2023 mengungkap, 75 persen mahasiswa baru di Indonesia mengalami tekanan psikologis selama kegiatan orientasi.

Lebih dari 50 persen di antaranya merasa tidak nyaman dengan tugas-tugas yang tak relevan. Data ini bukan sekadar angka, tetapi cermin kegagalan kita menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan intelektual.

Kita terlalu sibuk mempertahankan simbol-simbol tradisi kosong, alih-alih membangun substansi yang bernilai.
Padahal, organisasi mahasiswa seharusnya menjadi laboratorium ide, tempat lahirnya gagasan revolusioner.

Sayangnya, banyak yang justru menjadi museum tradisi usang, di mana satu-satunya tujuan adalah mempertahankan hierarki senioritas.

Mengapa tidak mengganti ritual “latihan mental” dengan sesi brainstorming menciptakan solusi masalah sosial? Mengapa tidak mengganti “uji ketahanan fisik” dengan proyek nyata yang mengasah kemampuan manajerial, negosiasi, atau bahkan pengembangan aplikasi?

Meneguhkan Kembali Nilai Intelektualitas

Langkah pertama untuk keluar dari lingkaran ini adalah keberanian bersuara. Mahasiswa baru harus didukung untuk menolak tradisi yang merendahkan. Senior dan alumni dengan kesadaran kritis mesti mengambil peran sebagai mentor sejati, bukan sekadar pewaris tradisi.

Kampus pun wajib mengambil sikap tegas dengan membuat regulasi yang memastikan seluruh kegiatan mahasiswa berlandaskan nilai-nilai pendidikan yang etis.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5

Komentar

Loading...