Tinjauan Sosial Praktik Politik di Haltim

Mendidik Pikiran dan Hati
“Mendidik pikiran tanpa mendidik hati bukanlah pendidikan sama sekali,” ujar Aristoteles. Pesan ini menyingkap bahaya pendidikan yang timpang.
Bayangkan seorang pelaut mahir menguasai navigasi dan lautan, tetapi hatinya tak terdidik. Ia bisa saja membawa kapalnya ke rute berbahaya hanya demi menguji kemampuannya, mengabaikan keselamatan penumpang. Pengetahuan tanpa kebajikan tak berarti apa-apa.
Individu cerdas tanpa empati mudah menjadi dingin, egois, dan hanya mengejar sukses pribadi. Sejarah mencatat banyak pemimpin berotak cemerlang tetapi berhati beku, yang akhirnya membawa kehancuran besar.
Mereka menciptakan sistem yang menguntungkan segelintir orang dan merugikan banyak pihak. Kecerdasan tanpa moral ibarat pedang di tangan ahli yang tak berhati bijak senjata yang bisa menebar maut.
Karena itu, pendidikan sejati bukan hanya menajamkan akal, tetapi juga menumbuhkan empati dan kebajikan. Orang yang hatinya terdidik akan mempertimbangkan dampak setiap tindakannya pada sesama. Ia menggunakan pengetahuan untuk kebaikan, memahami bahwa hidup tak sekadar meraih, tetapi juga memberi.
Tanpa pendidikan hati, dunia hanya akan dipenuhi orang-orang pintar yang menghalalkan segala cara. Ketika kecerdasan tercerabut dari moralitas, yang tersisa hanyalah kekosongan sumber penderitaan bagi diri sendiri dan masyarakat.
Politik Halmahera Timur bahkan politik Indonesia secara luas baru akan sehat bila para pelakunya tidak hanya cerdas mengatur strategi, tetapi juga berpegang pada hati yang terdidik dan nilai-nilai kebajikan. (*)
Komentar