Problematika DPR Indonesia: Kedaulatan Rakyat yang Tergadai

Ketika input berupa aspirasi rakyat telah dipelintir oleh kepentingan partai, maka output kebijakan pasti menyimpang dari harapan publik. Krisis legitimasi pun muncul: rakyat merasa tak lagi memiliki kendali atas lembaga yang sejatinya mewakili mereka.
Penolakan publik terhadap sejumlah undang-undang yang dianggap bermasalah mulai dari UU Cipta Kerja hingga revisi UU KPK adalah contoh jelas bahwa suara rakyat sering diabaikan.
Kondisi ini menandakan terjadinya pergeseran kedaulatan. Pasal 1 Ayat 2 UUD NRI 1945 menyatakan “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.”
Namun praktiknya, kedaulatan itu justru dikooptasi menjadi kedaulatan partai politik. DPR berubah menjadi panggung elite, bukan rumah rakyat.
Untuk mengatasi problem mendasar ini, diperlukan reformasi struktural dan kultural. Pertama, reformasi sistem rekrutmen calon legislatif. Saat ini proses rekrutmen sepenuhnya dikendalikan elite partai, tanpa transparansi dan minim pertimbangan meritokrasi.
Partai harus membuka seleksi calon secara terbuka dan kompetitif, melibatkan masyarakat sipil. KPU dan Bawaslu perlu memperketat verifikasi kualitas caleg, tidak hanya dari sisi administratif, tetapi juga rekam jejak dan integritas.
Kedua, penguatan mekanisme akuntabilitas dan pengawasan publik. Masyarakat harus memiliki akses mudah untuk memantau kinerja anggota DPR, termasuk kehadiran, sikap dalam voting, dan laporan harta kekayaan.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar