Ekstraksi adalah Genosida

Jika kita mempertimbangkan dampaknya terhadap keberlangsungan kehidupan masyarakat, maka hari ini ekstraksi tidak bisa disebut lain selain: genosida.
Di Halmahera Tengah dan Halmahera Timur, banyak desa adat dikelilingi oleh tambang. Sungai-sungai yang sebelumnya menjadi sumber air kini tercemar oleh limbah.
Baca Juga: Menggali Makna Rurehi sebagai Wajah Budaya Waiboga
Nelayan tidak lagi dapat menangkap ikan seperti sebelumnya. Anak-anak mengalami sakit. Perempuan kehilangan akses ke hutan dan sumber daya alam. Namun, perusahaan tetap beroperasi tanpa hambatan, dilindungi oleh aparat, dan dibenarkan oleh para pejabat. Negara berpihak kepada mereka, bukan kepada rakyat.
Pada tahun 2025, cadangan nikel di Maluku Utara telah mencapai 19 juta ton yang terbesar di Indonesia. Hal ini membuat provinsi ini menjadi pusat pertumbuhan industri tambang. Akan tetapi, ketika nikel diekspor dan diproses, masyarakat lokal hanya menerima debu, racun, dan konflik.
Negara memperoleh lonjakan penerimaan pajak dari sektor tambang sebesar 56 persen, tetapi anggaran untuk masyarakat justru terhambat.
Realisasi belanja pemerintah daerah hingga April 2025 masih sekitar 25 persen dari total anggaran. Infrastruktur tambang berkembang pesat, tetapi jalan-jalan desa rusak. Pendapatan meningkat, namun pelayanan publik stagnan.
Di satu sisi, sektor pertambangan menciptakan lapangan pekerjaan. Tetapi, apakah pekerjaan tersebut layak? Banyak pekerja lokal hanya mendapatkan upah rendah sebagai tenaga kasar.
Baca Halaman Selanjutnya..





Komentar