Sebuah Tinjauan Fiskal Daerah

Pemekaran Wilayah dan Paradoks Pembangunan

Irawan Abae, S.E, M.E

Pemekaran Daerah dalam Bingkai Desentralisasi

Desentralisasi fiskal dalam teori ekonomi publik diyakini dapat menciptakan efisiensi alokasi sumber daya karena pemerintah daerah lebih mengetahui kebutuhan warganya (Oates, 1972). Dalam praktiknya, Indonesia mengadopsi model ini melalui pemberian otonomi luas kepada daerah.

Namun, pemekaran yang semula dimaksudkan sebagai instrumen peningkatan kesejahteraan, seringkali dipengaruhi oleh motivasi politik jangka pendek, bukan kebutuhan struktural ekonomi daerah. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, lebih dari 200 DOB telah terbentuk sejak 1999.

Namun, laporan BPK dan Kemenkeu menunjukkan bahwa sebagian besar DOB memiliki tingkat kemandirian fiskal yang rendah dengan rasio PAD terhadap total pendapatan daerah di bawah 10%. Ini mengindikasikan bahwa pemekaran tidak selalu diiringi dengan kesiapan ekonomi dan institusional yang memadai.

Kapasitas Fiskal Jantung dari Paradoks Pembangunan

Kapasitas fiskal daerah mencerminkan sejauh mana suatu wilayah mampu membiayai kebutuhan pembangunan tanpa ketergantungan penuh terhadap dana pusat. Dalam konteks DOB, kapasitas fiskal menjadi problem utama.

Ketergantungan pada Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Desa sering tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas belanja maupun reformasi pendapatan asli daerah.

Fakta menunjukkan bahwa banyak DOB cenderung mengalokasikan anggaran untuk belanja pegawai dan operasional birokrasi, sementara belanja modal pembangunan fisik dan peningkatan kualitas layanan publik tertinggal.

Studi oleh Lewis (2017) dan Nasution (2021) mengonfirmasi bahwa rendahnya PAD dan lemahnya tata kelola keuangan menjadi penghambat utama efektivitas desentralisasi fiskal di Indonesia.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4

Komentar

Loading...