Sebuah Tinjauan Fiskal Daerah
Pemekaran Wilayah dan Paradoks Pembangunan

Oleh: Irawan Abae, S.E, M.E
(Peneliti di Lembaga Studi Pembangunan Ekonomi Maritim Dan Kepulauan)
Di banyak sudut negeri ini, pemekaran wilayah pernah dianggap seperti sulap pembangunan, satu tanda tangan di Jakarta, dan daerah baru pun lahir dengan harapan kemajuan.
Tapi setelah lebih dari dua dekade, kita justru dihadapkan pada ironi: semakin banyak daerah dimekarkan, semakin banyak pula yang bergantung, bukannya berkembang.
Baca Juga: Problematik Pembentukan DOB Sofifi
Pemekaran wilayah atau pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) telah menjadi strategi utama dalam arsitektur desentralisasi di Indonesia pascareformasi.
Tujuan utama dari kebijakan ini adalah mendekatkan pelayanan publik, mempercepat pembangunan ekonomi lokal, serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan.
Namun, setelah lebih dari dua dekade implementasi, muncul paradoks yang mengganggu optimisme awal, semakin banyak daerah dimekarkan, namun ketimpangan fiskal dan ketergantungan terhadap dana transfer dari pusat justru semakin menguat.
Baca Juga: Koran Digital Malut Post Edisi 1 Agustus 2025
Fenomena ini menunjukkan adanya jarak antara ekspektasi politik dan realitas ekonomi dalam proses pemekaran wilayah. Banyak DOB yang justru mengalami stagnasi pembangunan, rendahnya kapasitas fiskal, dan minimnya Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Tulisan ini mengkaji bagaimana kapasitas fiskal menjadi determinan krusial dalam menjelaskan paradoks pembangunan di daerah pemekaran, serta menyoroti urgensi evaluasi menyeluruh terhadap efektivitas kebijakan pemekaran itu sendiri.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar