Filsafat dan Teologi Pembebasan dalam Konteks Sosial

Filsafat itu membongkar / mereduksi setiap apa yang dianggap benar dan salah oleh orang lain, agar benar tidak dianggap benar meskipun itu salah dan salah tidak dianggap salah meskipun itu Benar.
Salah, benar hanyalah proposisi bahasa, yang dijadikan tesis, yang melahirkan sentesis dan antitesis. Hal ini yang melahirkan dialektika yang berarti dialog yang sudah ada sejak zaman yunani kuno yang kemudian di sempurnakan oleh Friederich Hegel (1770-1831).
Bagi Hegel, setiap tesis akan mendapatkan reaksi berupa antitesis dan pada gilirannya menghasilkan/menurunkan sintesis. Sintesis tadi pada hakekatnya adalah tesis baru sehingga pada saatnya akan mendapatkan reaksi baru yaitu antitesis dan dengan demikian akan membutuhkan sintesis yang baru lagi.
Baca Juga: Filsafat Perang Modern
Demikianlah seterusnya langkah langkah tadi berulang kembali (sebuah sintesis adalah merupakan tesis baru bila nantinya ada yang membantahnya dengan sintesis yang lebih Ilmiah.
Dialetika selalu menuntut kita untuk terus berdialog dengan konteks zaman agar tidak mengalami kezumudan berpikir. Sekali lagi saya katakan, bahwa sebuah kebenaran akan dikatakan benar, bila itu dapat diuji dan dibuktikan secara Ilmiah.
Berfilsafat berarti berpikir secara mendalam dan sungguh sungguh, semboyangnya bahwa setiap manusia adalah filsuf, semboyang ini benar juga karena manusia adalah mahluk yang berpikir, tapi semboyang ini perlu untuk di reduksi, karena tidak semua manusia itu yang berpikir berarti filosuf.
Filosuf hanya orang yang memikirkan hakikat sesuatu dengan sungguh sungguh dan mendalam sampai ke akar akarnya. Filsafat adalah hasil akal manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran yang begitu dalam atau radix.
Pythagoras 572-497 SM, adalah orang yang pertamakali mengunakan istilah philosophia, ketika dia ditanya apakah anda seorang ari'f? maka pythagoras menjawab Philosophis yang berarti pencinta kebijaksanaan.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar