Laut Wayatim Bukan Sasaran Bom

Yoesran Sangaji

Meski begitu, dan sebesar apa pun tekanan hidup, laut di Wayatim bukanlah pelampiasan. Juga bukan ruang eksploitasi. Laut ini sarat dengan makna, ingatan dan nilai, yang tak lahir dari ruang kosong.

Di sini, laut ini, karang adalah rumah, setiap ikan adalah cerita. Ketika laut dibom, tidak hanya ekologi yang hancur – sejarah, identitas, dan harapan ikut luluh. Makhluk-makhluk di dalamnya pun mati oleh tangan manusia.

Mengingat ledakan itu memekakkan telinga dan membelah simpul kehidupan laut. Ikan yang banyak mati sebelum bertelur (ovipar), karang remuk sebelum menjadi rumah.

Saat kekayaan laut rusak, anak-anak pesisir kehilangan ruang – bermain, belajar, bertumbuh. Masa depan tak lagi menunggu; ia sudah datang, mengintip dari balik ombak yang sunyi.

Dan saya menolak dalih “mata pencaharian” sebagai pembenaran menghancurkan ekosistem laut. Bom ikan bukanlah alasan nafkah – itu sesat pikir yang melukai kehidupan. Sebab, laut Wayatim merupakan alas keberlangsungan, tempat kami belajar tentang saling menolong dan merawat.

Saat ada yang wafat, kami tahu cara berbagi peran. Ada yang ke hutan mencari kayu bakar, yang lain ke laut memancing ikan, lainnya ke kebun memetik buah kelapa. Semua itu dilakukan untuk menghormati yang pergi, dan merawat laut yang telah memberi.

Menyelamatkan laut tak cukup lewat spanduk atau selebaran. Ia butuh tindakan konkret yang tumbuh dari akar – pendidikan kelautan di sekolah, khutbah di masjid, obrolan di teras rumah, hingga dongeng sebelum tidur. Pengetahuan lokal ini bukan warisan pasif, justru merupakan imajinasi yang harus dihidupkan.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5

Komentar

Loading...