Resiliensi: Kekuatan yang Tumbuh Dibalik Derita

Oleh: Zainab Canu
(Dosen Psikologi IAIN Ternate)
Ibnu Khaldun berkata: “situasi yang sulit menciptakan manusia yang Tangguh dan manusia tangguh mampu menciptakan situasi yang baik sementara situasi yang baik menciptakan manusia yang lemah, dan manusia lemah menciptakan situasi yang sulit”.
Ini adalah sebuah siklus yang akan selalu terjadi dalam proses kehidupan, ini bukan hanya siklus Sejarah tapi sebuah hukum alamiah yang terus berulang dari generasi ke generasi yang menunjukan bahwa ini merupakan cerminan dari watak dan karakter manusia.
Baca Juga: Perempuan dalam Tuntutan dan Tekanan
Sejak zaman para nabi, dari kisah Nabi Ibrahim yang diusir dari negerinya, Nabi Musa yang melawan tirani Fir’aun, hingga Nabi Muhammad SAW yang harus membangun peradaban menyebarkan agama Allah di Tengah penindasan, semuanya berakar dari penderitaan dan perjuangan.
Peradaban hampir semua diciptakan oleh orang-orang yang melewati proses suffering dan struggle, ia lahir dari luka, peluh,kesabaran bahkan darah dan air mata, ibarat emas tidak akan pernah menjadi sesuatu yang sangat bernilai jika tidak melalui proses penempaan.
Baca Juga: Koran Digital Malut Post Edisi 26 Juli 2025
Ia dibakar, dileburkan, dihantam dengan tembaga untuk dibentuk baru kemudian kilaunya bisa terlihat. Analogi emas relevan dan penuh makna, menggambarkan proses tarnsformasi psikologis dari rapuh menjadi kuat dari mentah menjadi matang, pertumbuhan psikologis terjadi setelah mengalami penderitaan berat.
Bukan penderitaannya yang membentuk manusia tapi bagaimana ia merespon penderitaan itu. Dalam psikologi orang-orang yang mampu bertahan dan berjuang untuk bangkit di situasi yang begitu sulit tanpa putus asah disebut resilience.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar