Menakar DOB Sofifi dari Urgensi Sampai ke Aspek Bahasa

Andaikan pasal itu menyebut kota Tidore Kepulauan maka bagian wilayah manapun dari Tidore dapat menjadi ibu kota Provinsi, termasuk Sofifi karena masuk dalam cakupan wilayah Tidore.
Ketika UU itu menyebut Sofifi secara gamblang sebagai ibu kota provinsi maka makna yang ditimbulkan juga sangat jelas. Secara administratif, Sofifi tidak mencakupi semua wilayah Tidore.
Sofifi hanya menjadi salah satu bagian wilayah Tidore tetapi tidak membawahi daerah lain di wilayah Tidore. Dengan demikian, Sofifi tidak bisa merepresentasikan Tidore secara menyeluruh dalam konteks ibu kota provinsi.
Sebagai pemisal, Mare atau Payahe tidak bisa diklaim sebagai bagian dari ibu kota provinsi karena itu wilayah Tidore, bukan wilayah yang berada di bawah Sofifi. Meskipun saatnya nanti tetap membutuhkan perluasan wilayah bila berhasil menjadi DOB, namun toponiminya tetap Sofifi.
Penyebutan Sofifi dalam UU itu menunjukan bahwa para pejuang pemekaran Provinsi Maluku Utara sudah mengambil langkah profetik.
Sofifi sebenarnya sudah dibayangkan akan berdiri sendiri sebagai sebuah kota administratif yang otonom. Apalagi daerah ini sangat stratgeis karena menjadi pusat jalinan yang menautkan interaksi masyarakat dari berbagai daerah di Maluku Utara.
Tulisan ini tidak berpretensi mendukung pihak manapun, tetapi perseteruan ini perlu ditakar secara bijak sehingga tidak merugikan pihak mana pun.
Sofifi, entah nanti menjadi DOB atau tetap menjadi wilayah Tidore, semuanya adalah wilayah Maluku Utara yang menangkup harapan yang sama seperti wilayah lainnya, yakni mendapatkan porsi pembangunan yang merata. Bukan dibangun karena berstatus ibu kota. (*)
Komentar