Catatan
Bangun Sofifi

Melalui UU Nomor 46 Tahun 1999 yang kemudian dikuatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2010, Sofifi menjadi titik tolak penting dalam sejarah pembangunan daerah ini.
Namun, meski memiliki status sebagai ibu kota, Sofifi hingga kini masih menghadapi berbagai tantangan struktural, infrastruktur, dan sosial budaya.
Baca Juga: Menakar DOB Sofifi dari Urgensi Sampai ke Aspek Bahasa
Pembangunan Sofifi bukan hanya perkara fisik, tetapi juga upaya membangun pusat peradaban baru di wilayah yang selama ini berada dalam bayang-bayang ketimpangan pembangunan nasional.
Secara administratif, Sofifi merupakan bagian dari Kecamatan Oba Utara, Kota Tidore Kepulauan. Letaknya di Pulau Halmahera, menjadikannya sebagai ibu kota provinsi yang unik karena tidak berada di pusat kota, melainkan di wilayah yang semula desa pesisir dengan aktivitas agraris dan pesisir yang terbatas.
Pemindahan pusat pemerintahan dari Ternate ke Sofifi dilandasi oleh semangat pemerataan dan desentralisasi pembangunan, sebagaimana diamanatkan dalam kebijakan otonomi daerah. Namun, pemindahan ibukota tidak otomatis disertai dengan kesiapan infrastruktur dan tata kelola pemerintahan yang memadai.
Baca Juga: Problematik Pembentukan DOB Sofifi
Salah satu persoalan utama dalam pembangunan Sofifi adalah keterisolasian wilayah. Akses transportasi ke Sofifi dari pusat aktivitas ekonomi dan sosial di Ternate masih mengandalkan kapal feri atau speedboat, yang beroperasi terbatas dan tidak konsisten.
Keterbatasan ini berdampak langsung pada kelambanan arus barang, orang, dan informasi. Menurut data BPS Provinsi Maluku Utara (2023), hanya 42% jalan provinsi di wilayah Sofifi yang beraspal mantap, sementara sisanya masih berupa jalan tanah atau kerikil.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar