Catatan
Bangun Sofifi

Oleh: A. Malik Ibrahim
(Pengamat Kebijakan Publik)
“Kebijakan publik muncul di tengah konflik, dan sebagian besar untuk mengatasi konflik yang
telah, sedang dan yang akan terjadi”, (Nugroho,2008)
Strategi perencanaan pengembangan wilayah dan kota selalu berayun dari landasan normatif, perspektif dan cara pandang. Desentralisasi dan otonomi daerah masih belum banyak mengubah struktur ketimpangan wilayah, dan selalu berbeda dalam batasan praksis, seiring dengan perubahan tata kelola pemerintahan.
Baca Juga: Menimbang Polemik DOB Sofifi
Bahkan lebih jauh, terjadinya involusi untuk menggambarkan suatu daerah – yang terus menerus terartikulasi, tetapi tidak menunjukkan perubahan kualitatif dan substantif. Perencanaan wilayah saat ini dibentuk oleh anarki pasar, yang melahirkan konflik wilayah, perubahan perilaku masyarakat dan ambisi kekuasaan.
Dalam konteks Maluku Utara, kajian terhadap Sofifi hingga kini masih menyimpan paradoks: ia secara administratif merupakan pusat pemerintahan, namun secara sosial, ekonomi, dan kultural belum sepenuhnya menjelma menjadi sebuah kota yang hidup dan berdaya saing.
Upaya membangun Sofifi sebagai pusat pertumbuhan baru menghadapi banyak tantangan, baik dari aspek perencanaan tata ruang, konektivitas, hingga partisipasi masyarakat.
Baca Juga: Koran Digital Malut Post Edisi 28 Juli 2025
Untuk itu, penting untuk membahas strategi pembangunan Sofifi bukan hanya sebagai kota pemerintahan, tetapi sebagai pusat identitas, pelayanan publik, dan ekonomi kawasan timur Indonesia.
Sejak 2010, Sofifi ditetapkan sebagai ibu kota Provinsi Maluku Utara, menyimpan harapan besar sebagai pusat pemerintahan dan simbol kemajuan wilayah kepulauan.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar