Pudarnya Pesona Halmahera

Bachtiar S. Malawat

Generasi muda Halmahera kehilangan cita-cita karena disuguhkan janji kemakmuran lewat seragam tambang dan bonus kontrak kerja.

Padahal di balik seragam itu, terikat sistem kerja yang eksploitatif, tanpa jaminan keberlanjutan hidup, dan seringkali berujung pada kecelakaan kerja tanpa perlindungan hukum yang layak.

Dunia pendidikan yang seharusnya mencerdaskan kehidupan masyarakat Halmahera justru tumbang di hadapan kuasa industri ekstraktif.

Baca Juga: PENDIDIKAN INDONESIA: Habis Gelap Terbitlah Gelap

Eksploitasi hutan Halmahera bukan hanya merusak lingkungan, tetapi juga menghancurkan tatanan sosial budaya. Hutan bukan hanya kumpulan pepohonan, tapi ruang hidup yang menyatukan relasi antar manusia, leluhur, dan Tuhan.

Dalam keyakinan masyarakat Tobelo Dalam, misalnya, hutan adalah tempat suci yang tidak boleh sembarangan dibuka. Tapi kini, alat berat merangsek masuk, menggusur tanpa permisi, dan mengubur seluruh narasi sakral itu di bawah tanah timbunan tambang.

Dalam catatan riset Jatam (Jaringan Advokasi Tambang), lebih dari 35.000 hektar hutan primer di Halmahera telah berubah fungsi menjadi konsesi tambang hanya dalam satu dekade terakhir. Sementara itu, tingkat deforestasi terus meningkat, menyebabkan krisis air, perubahan iklim mikro, dan konflik lahan yang masif.

Ketika pesona Halmahera memudar, sesungguhnya kita sedang menyaksikan tragedi kebudayaan. Kita sedang melihat bagaimana negeri yang dulu harum karena cengkih dan pala, kini hancur karena emas dan nikel.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5

Komentar

Loading...