Matinya “Meritokrasi”

Dalam proses yang panjang dan konsisten, mereka mampu mengubah kondisi 180 derajat ke sistem yang lebih baik dan profesional.
Inti dari tulisan sederhana pak Sukidi, adalah negara kita jangan terus menerus ada dalam politik transaksional, nepotisme, penyalahgunaan kekuasaan dan lainnya walaupun faktanya sangat sulit untuk diubah. Dua puluh tahun lagi Indonesia memasuki seratus tahun usia kemerdekaan atau dikenal dengan “Indonesia Emas”.
Tahun 2045 jika melihat mimpi Henri Manampiring dalam novelnya berjudul “Hitam 2045”, saat itu harusnya indonesia telah jadi negara maju dengan seluruh system yang terintegrasi dan hidup dengan kecanggihan teknologinya.
Memiliki sistem pemerintahan yang profesional dan mengacu pada proses dan kemampuan setiap orang. Sayangnya di tahun ini, kita belum melihat tanda-tanda itu.
Lantas apa hubungannya dengan sistem meritrokasi yang di impikan banyak negara maju? Kita sangat perlu sebuah iklim kerja yang profesional, bekerja berdasarkan skill serta perekrutan yang bersih dari nepotisme di seluruh lini organisasi baik swasta, pemerintah, sampai pada organisasi masyarakat dan organisasi kemahasiswaan jika ingin indonesia menjadi negara maju dua puluh tahun lagi.
Menatap fakta penerapan sistem meritokrasi. Tak perlu menutup fakta bahwa negara ini masih menutup rapat rapat sistem meritokrasi, terutama dalam lingkup institusi pemerintah.
Baru beberapa waktu lalu seleksi duta besar serta beberapa komisaris yang direkrut adalah orang dekat kekuasaan dan eks tim pemenangan dalam kontestasi politik tahun 2024.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar