Emergency Exit untuk Ibu Kota

Terutama duduk bersama Pemerintah Pusat, Provinsi, Kota Tidore Kepulauan dan Pihak Kesultanan Tidore. Bagian ini, diperlukan pembacaan yang tidak sekedar landasan administrasi normatif semata, pula menyeriusi political, social, hingga historical approach.
Terlebih lagi, sajian data akdemik berbasis riset mengenai keuntungan, kerugian dan kesiapan pemekaran Sofifi menjadi DOB. Supaya, jika DOB menjadi pilihan, tidak menambah daftar daerah gagal.
Kedua; untuk usulan Kota Tidore Kepulauan sebagai Ibu Kota. Diperlukan perubahan norma yang jelas. Karena, secara legal telah diatur dalam Pasal 9 ayat (1) UU No. 46/1999 mengenai kedudukan Sofifi sebagai Ibu Kota.
Baca Juga: Pemekaran Daerah: Kebutuhan atau Euforia Demokrasi?
Saat ini, Sofifi merupakan bagian wilayah Kota Tidore Kepulauan. Karenanya, jika menempatkan Kota Tidore Kepulauan merupakan Ibu Kota Provinsi Maluku Utara, dengan tetap berada di Sofifi, perlu norm engineering. Hal ini dapat dilakukan melalui tiga cara:
(i). executive review dimana pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (untuk selanjutnya disebut Perppuu) untuk mengubah Pasal 9 ayat (1) UU No. 46/1999; pilihan ini minim partisipatif.
Putusan diambil secara sentralistik. Karenanya, berpotensi menimbulkan ketidakpuasan, justru menambah daftar masalah, bukan menyelesaikan masalah tanpa masalah.
(ii). legislative review dimana DPR Bersama Pemerintah membahas perubahan UU No. 46/1999 khusus Pasal 9 ayat (1). Cara ini dapat dipertimbangkan, dengan syarat dalam pembahasan perubahan UU, asas partisipatif dijamin dan dipastikan permbelakuannya.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar