Emergency Exit untuk Ibu Kota

Otonomi Baru, Solusi?
Isu pemekaran wilayah bukanlah hal baru. Sejak reformasi, salah satu yang paling kencang dibincangkan hingga sekarang adalah pemekaran wilayah.
Kehidupan sentralistik masa orde baru memberikan trauma pembangunan, karenanya reformasi membuka keran otonomi daerah yang beririsan dengan kehendak memekarkan wilayah.
Baca Juga: Soal DOB Sofifi, Ini Kata Ketua Komisi I DPRD Maluku Utara
Cita-cita memperjuangkan otonomi baru sudah banyak dibahas berbagai jurnal dan kajian akademis lainnya. Haluan otnomi baru adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan publik, percepatan pembangunan, dan pengelolaan potensi daerah yang lebih baik.
Pemekaran juga diharapkan dapat mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan dan pemerintahan, serta mengurangi kesenjangan antar wilayah.
Tidak sedikit cerita pemekaran wilayah yang sukses, tidak pula sebaliknya. Evidensinya banyak daerah yang gagal mewujudkan harapan pemekaran wilayah.
Baca Juga: MARKAS Sesalkan Dugaan Penggiringan ASN Kota Tidore dalam Aksi Penolakan DOB Sofifi
Sebagaimana laporan Kompas bertajuk “Evaluasi Pemekaran 1999-2014: DOB Tertatih-taih, Daerah Induk Tak Lebih Baik”, diketahui pada periode 1999 hingga 2014 lahir 223 daerah otonom baru.
Selang beberapa tahun setelah periode tumbuh suburnya pemekaran ini, Kementerian Dalam Negeri menyatakan 60 persen daerah gagal berkembang.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar