Hak Masyarakat Adat dan Kebijaksanaan Politik

Yadin Panzer

“Etnosentrisme” merupakan sebuah istilah mencemohkan, diciptakan pada tahun-tahun permulaan abad ke-20 (1906) oleh William Graham Sumner.

Yang bisa dibilang etnosentrisme ialah sikap atau pandangan yang berpangkal pada masyarakat dan ruang hidupnya, biasanya disertai dengan sikap dan pandangan yang meremehkan masyarakat dan kehidupan sosialnya. Kehidupan sosial yang mencakup_hak atas tanah, wilayah, dan sumber daya alamnya.

Dengan mempertimbangkan konsep “bebas nilai” maka hubungan-hubungan hakiki (intrinsik) antara teori, kebijaksanaan politik, dan moralitas mungkin dapat dijelaskan lebih lanjut.

Konsep ini diciptakan di Jerman oleh Marx Weber, kira-kira pada waktu yang bersamaan ketika Sumner mengajarkan kepada para mahasiswa Amerika untuk tidak menjadi “etnosentris”, dan dibelakang konsep itu terlihat maksud yang serupa.

Kedua konsep ini bila disangkutpautkan dengan persoalan logika pembangunan dewasa ini, yang selalu mengorbankan lingkungan.

Akhir-akhir ini, sebagian besar seperti melihat masyarakat adat Maba Sangadji berada dalam adegan tinju melawan bayangan.

Karena persoalannya adalah siapakah yang dilanyani secara politis oleh penguasa hari ini, dan siapakah yang menjadi penguasanya.

Dengan ini, bisa diartikan bahwa orang bisa mencita-citakan ilmu yang bebas nilai, tetapi kebijaksanaan politik yang bebas nilai adalah ilusi.

Dan pada akhirnya, setelah putusan praperadilan 16 Juni 2025, telah membuka mata kita bahwa alat yang digunakan untuk bertani dan bertahan hidup, kini bisa disulap menjadi alat bukti kriminal. (*)

Selanjutnya 1 2 3 4 5

Komentar

Loading...