Oleh: dr. Akbar Kapissa Baharsyah
(Residen Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin)
Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Tengah di bawah kepemimpinan Bupati Ir. Ikram Malan Sangaji,Msi dan Wakil Bupati Ahlan Djumadi,SIP menunjukkan komitmen kuat dalam membangun sumber daya manusia, khususnya melalui sektor pendidikan.
Salah satu program prioritas yang patut diapresiasi adalah penyediaan beasiswa untuk anak-anak muda di Halmahera Tengah, mulai dari Pendidikan Strata 1 sampai Pendidian Strata 3, termasuk juga dukungan pendidikan bagi calon dokter dan dokter spesialis.
Kebijakan ini menjadi langkah strategis untuk menjawab kebutuhan jangka panjang akan tenaga profesional dokter dan dokter spesialis di wilayah Halmahera Tengah, yang hingga kini masih sangat terbatas dan mengharapkan dokter kontrak dari luar.
Namun, ada kenyataan yang cukup menyedihkan dan perlu menjadi perhatian bersama: animo sebagian besar anak-anak muda di Halmahera Tengah untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi, khususnya menjadi dokter atau dokter spesialis, masih sangat rendah.
Padahal, infrastruktur kebijakan sudah dibuka, dari beasiswa, dukungan rekomendasi daerah, hingga komitmen penempatan kembali di Kabupaten Halmahera Tengah.
Pertanyaan reflektif pun muncul: Mengapa anak-anak muda di Halmahera Tengah belum banyak yang tertarik mengambil peran ini?
Mungkin karena prosesnya tidak mudah. Utamanya menjadi seorang dokter spesialis bukan hanya tentang niat atau semangat, tapi juga perjuangan panjang.
Untuk dapat diterima pada program pendidikan spesialis, tidak cukup hanya mengantongi surat rekomendasi dari kepala daerah atau surat dukungan beasiswa dari lembaga. Yang lebih utama adalah kualitas nilai akademik, Kemampuan menghadapi dan kesiapan mental menghadapi tahapan seleksi nasional yang kompetitif.
Menjadi seorang dokter spesialis, bukan hanya perkara mendapatkan surat rekomendasi dari pemerintah daerah atau dinas kesehatan. Rantai panjang perjuangan akademik, mentalitas belajar yang kuat, dan nilai-nilai akademik yang unggul juga menjadi prasyarat utama.
Banyak program pendidikan dokter spesialis di Indonesia dengan modal berbagai jenis beasiswa LPDP. Beasiswa kemenkes mapun beasiswa daerah tetap saja menuntut pelamar untuk lolos seleksi akademik, tes potensi, hingga wawancara multidimensi. Tanpa bekal nilai ujian yang baik, serta kesiapan mental dan fisik, mustahil bagi seseorang untuk diterima di program tersebut.
Baca halaman selanjutnya …
Sebagai seorang dokter yang sedang menempuh pendidikan spesialis bedah di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, saya memahami betul medan perjuangan itu. Dari ujian seleksi yang ketat, masa pendidikan yang panjang, tekanan klinis, hingga beban emosional menyaksikan pasien datang dan pergi. Ini adalah profesi yang menuntut ketekunan, dedikasi, dan pengorbanan waktu serta jarak, termasuk jarak dari keluarga dan kampung halaman.
Namun di balik itu semua, saya percaya bahwa hanya anak-anak muda di Halmahera Tengah yang benar-benar memiliki kesetiaan untuk kembali dan membangun kampung daerahnya sendiri. Jika bukan kita yang menanggung tanggung jawab ini, lalu siapa? kita tidak bisa selamanya berharap pada tenaga kontrak dari luar yang belum tentu memiliki kedekatan emosional maupun ikatan budaya dengan Halmahera Tengah.
Bayangkan jika kita memiliki tenaga spesialis sendiri: dokter bedah, internis, psikiater, dokter mata, dokter THT, dokter anak, dan seterusnya—yang bukan hanya bekerja secara teknis, tapi hadir dengan pemahaman konteks sosial dan budaya masyarakat setempat. Mereka akan menjadi lebih dari sekadar tenaga kesehatan; mereka akan menjadi penjaga kehidupan masyarakat Halmahera Tengah.
Investasi daerah dalam pendidikan tidak akan ada artinya jika tidak dibarengi dengan kesadaran kolektif dari generasi mudanya. Kesadaran bahwa beasiswa bukan hadiah, tapi amanah. Kesadaran bahwa kesempatan belajar ke luar daerah adalah bentuk kepercayaan, bukan liburan.
Pemerintah telah menyediakan kendaraan. Tinggal siapa yang mau menyetirnya menuju masa depan. Dalam hal ini, perlu kerja kolaboratif antara sekolah-sekolah, lembaga agama, tokoh adat, alumni sukses, dan pemerintah daerah untuk membangun narasi kolektif tentang pentingnya menjadi SDM unggul untuk membangun daerah sendiri. Perlu ada pembinaan jangka panjang, dari SMA bahkan SMP, agar anak-anak muda di Halmahera Tengah punya visi dan mimpi besar sejak awal.
Saya menulis ini sebagai refleksi, tapi juga sebagai ajakan. Bahwa meskipun pendidikan dokter spesialis tidak mudah, ia sangat mungkin dicapai dengan usaha dan ketekunan. Saya percaya, jika kita mulai dari sekarang—membina, mempersiapkan, dan memberi contoh nyata—maka dalam waktu tak lama, kita akan melihat lebih banyak anak-anak muda di Halmahera Tengah berdiri gagah di ruang operasi, ruang rawat, dan ruang konsultasi. Bukan sebagai tamu, tapi sebagai tuan rumah.
Karena sekali lagi, jika bukan kita yang bersekolah untuk daerah ini, siapa lagi?