(Catatan Perjuangan Rakyat di Haltim)

Navigasi Kepekaan Pemimpin

Diperlukan pendekatan yang lebih rasional, dengan melihat persoalan ini secara objektif, mereka yang melakukan penolakan tidak sekedar mencemaskan isi perut dan gelisa atas mata pencaharian. Tapi meletakkan perjuangan ruang hidupnya sebagai bagian integral yang harus hidup berdampingan.

Rakyat atau kelompok kecil ini tidak memiliki kekuatan modal. Jauh dari pucuk kekuasaan. Jeritan suara lengang dari pemangku kebijakan. Tapi mereka memiliki kekuatan sebagai kesadaran kolektif untuk mempertahankan harkat dan martabat di daerahnya.

Persoalan ini akan menjadi catatan sejarah yang buruk di alam demokrasi. Kedaulatan rakyat tidak lagi diperhitungkan dalam menegakkan keadilan. Bersamaan dengan itu, Pemimpin tidak menunjukkan rasa empati kepada mereka yang tengah berjuang memperoleh keadilan.

Sejalan dengan itu, Prof Yudi Latif dalam bukunya "Mata Air Keteladanan" mensyaratkan keadilan dengan mengutip ungkapan (Sjahrir,182) "Keadilan yang kita kehendaki adalah keadilan bersama yang didasarkan atas kemakmuran dan kebahagian".

Semangat ini, harus menjadi titik tumpu dalam menegakkan keadilan tanpa pandang bulu. Pemimpin harusnya sebagai katalisator, sehingga lebih responsif manakala rakyatnya diperhadapkan dengan ketidakadilan.

Bukankah demokrasi paripurna dapat mengantarkan rakyatnya pada keadilan, tanpa memandang mereka dari kelompok kecil.

Disitu tugasnya Pemimpin untuk memastikan tidak ada keretakkan demokrasi. Dalam diskursus Prof Yudi Latif, dia menyebut, semua orang harus diperlakukan setara baik secara ekonomi maupun politik. (*)

Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Selasa, 27 Mei 2025
Link Koran Digital: https://www.malutpostkorandigital.com/2025/05/selasa-27-mei-2025.html

Selanjutnya 1 2 3 4

Komentar

Loading...