Site icon MalutPost.com

Membangun Nalar Kritis di Era Digital: Tinjauan Madilog

Oleh: Sahib Munawar, S.Pd.I,. M.Pd
(Akademisi)

Di era digital sekarang alangkah Baiknya bagi generasi perlu kiranya memahami permasalahan yang ada,yang  harus membangun pola pikir dengan bernalar kritis agar tidak menjadi pengekor argumentasi saja.

Nalar kritis merupakan suatu aktivitas evaluatif untuk menghasilkan suatu simpulan sebelum membenarkan setiap argumentasi yang datang.

Untuk itu nalar kritis menjadi sebuah keniscayaan dalam menghadapi kondisi digitalisasi ini yang serba cepat, canggih dan praktis.

Kita memasuki era digital seyogyanya diimbangi dengan kemampuan bernalar yang baik agar saat menggunakan teknologi digital, kita dapat memilah dan memilih, menyaring sebelum mensharing informasi yang datang.

Dengan kemampuan ini seseorang akan memverifikasi pemikirannya, sehingga menghasilkan sudut pandang atau keputusan yang benar.

Nalar berpikir kritis ini dibangun dengan kemampuan manusia untuk selalu bertanya pada diri sendiri, tujuannya untuk mengevaluasi setiap informasi yang datang, pemikiran kritis manusia harus bersusah paya guna mengecek, menelaah kebenaran, agar kita terhindar dari kebenaran praktis.

Pola pikir pemikiran kritis pada dewasa ini bukan pekerjaan yang mudah, sebab hal ini berkaitan dengan kesadaran dan penyadaran bersama, sebab kita manusia dianugerahi oleh Tuhan dengan kemampuan Akal (Otak).

Baca Halaman Selanjutnya..

Apalagi kita saat ini dihadapkan dengan kemajuan teknologi informasi, perlu kiranya diimbangi dengan kemampuan wawasan daya kritis yang benar agar terhindar dari berita berita bohong/hoax.

Socrates bilang bahwa wawasan yang benar akan mengantarkan pada perilaku yang benar dan hanya orang yang berperilaku yang benar menjadi budi luhur.

Akses pengetahuan dan informasi dalam masyarakat digital seperti sekarang, memungkinkan masyarakat menerima informasi secara cepat.

Dengan berbagai konsep yang ditawarkan oleh globalisasi secara luas dan luas dapatkah dipastikan akan mempengaruhi pemikiran ,perilaku dan pedoman nilai-nilai moral manusia.

Salah satu argumen yang urgen bahwa pentingnya membangun daya nalar adalah masih banyak berseliweran yang berita yang belum jelas melalui media sosial.

Sekarang kita masuk pada intinya soal pembahasan di atas, Nalar kritis diera digital dalam Tinjauan Madilog. Ditengah derasnya arus informasi dan perubahan zaman modern.

Kebutuhan akan cara berpikir yang kritis dan logis serta rasional menjadi semakin urgen. Di sinilah relevansi karya Madilog Tan Malaka (Materialisme, Dialektika dan Logika).

Baca Halaman Selanjutnya..

Madilog ini bukan sekedar catatan filsafat, melainkan merupakan ajakan revolusioner untuk membebaskan cara berpikir masyarakat indonesia dari belenggu mitos, takhayul, dan dogma yang tidak berdasar pada logika dan ilmu pengetahuan.

Madilog menggabungkan tiga pilar utama berpikir; Materialisme, Dialektika, dan Logika.Ketiganya bukan sekedar istilah filsafat, tetapi fondasi bagi masyarakat yang ingin membangun tatanan sosial politik yang adil dan rasional.

Materialisme mengajarkan bahwa dunia dan kehidupan manusia bisa dipahami berdasarkan kenyataan materiil, bukan berdasarkan mitos atau ilusi spiritual.

Dialektika memberikan kerangka bahwa segala sesuatu berubah dan berkembang melalui kontradiksi dan dinamika internalnya. Sementara itu, Logika menjadi alat untuk berfikir secara runtut, terstruktur, dan bebas dari kekeliruan nalar.

Madilog tidak ditulis dalam gaya akademik yang kaku.Tan Malaka menyusun gagasan gagasannya dalam bahasa yang lugas dan komunikatif, meskipun tetap menuntut pembaca untuk berfikir keras.

Ia menyelipkan contoh contoh konkret dari kehidupan masyarakat indonesia saat itu, menunjukkan bagaimana mitos dan kepercayaan yang tidak logis bisa menghambat kemajuan masyarakat.

Ia juga mengkritik sistem pendidikan kolonial yang tidak membebaskan rakyat dari ketidaktahuan, melainkan justru memperkuat struktur ketergantungan dan kebodohan.

Baca Halaman Selanjutnya..

Tan Malaka tidak sekedar mengadopsi pemikiran Barat seperti Marx, Engels, atau Hegel. Ia melakukan reinterpretasi dan adaptasi terhadap konteks indonesia.

Ia menyadari bahwa membebaskan bangsa dari penjajahan tidak cukup hanya dengan senjata, tetapi juga dengan pembebasan akal.Dalam pengertian ini, Madilog adalah manifesto kemerdekaan pikiran.

Diera digital sekarang ini kita diperhadapkan pada banjir informasi, hoaks dan narasi populis yang sering menyesatkan, maka melalui Madilog menjadi sangat relevan.

Masyarakat butuh kemampuan berpikir kritis dan analitis agar tidak mudah percaya begitu saja pada informasi yang beredar. Kita butuh nalar yag jernih untuk memilah mana fakta dan manipulasi.

Dalam dunia pendidikan, semangat Madilog mengingatkan kita bahwa belajar bukan hanya soal menghafal, melainkan memahami dan mempertanyakan secara kritis. Tan Malaka ditulis, bukan di ruang yang mewah, bukan di sebuah Warkop seperti aktivis dan akademik sekarang.

Tapi Madilog ditulis di sebuah gubuk reyo reyo,dengan suasana penuh penderitaan, kemiskinan dan kesepian yang begitu ekstrim dibawa suasana Imperialisme Jepang pada saat itu. Madilog ditulis di Rawajati, daerah kalibata, cilitan jakarta, dalam waktu 259 Hari/8 bulan, waktu yang begitu panjang.

Tan Malaka adalah salah satu tokoh revolusioner dari kalangan IsIam yang memiliki daya pemikiran yang melampaui zaman.

Baca Halaman Selanjutnya..

Melalui karya Madilog Tan, berusaha untuk melawan cara berpikir kuno, penuh mistik yang terbelenggu dengan takhayul, maka dengan kehadiran Madilog adalah kerangka berpikir berdasarkan kenyataan rill dan penuh rasional, tanpa terjebak pada Hoax.

Tan Malaka seperti halnya Karl Marx, ia setuju bahwa negara dengan penjelmaan dari pertentangan kelas, kelas bawa seperti halnya budak, pekerja, dan kelas atas seperti tuan, bangsawan atau pemilik modal kapitalis.

Karena dipicu oleh perbedaan terhadap kepemilikan alat alat produksi yang mengakibatkan munculnya ketidakadilan, seperti halnya di Indonesia kita sekarang.

Maka diakhir dari tulisan gila ini saya ingin menyampaikan bahwa Kapitalisme digital mengubah pengguna menjadi buruh yang tidak dibayar: menciptakan nilai melalui data yang bukan milik mereka. Data kita di like, share, stream tidak gratis: ia adalah sumber nilai lebih baru bagi platform.

Para proletar digital tidak menerima upah finansial, melainkan kepuasan fiktif yang mengaburkan eksploitasi nyata.
Kelas bawah digital terpaku di treadmill  dan konten, sedangkan kapitalis platform mengumpulkan nilai lebih tanpa relokasi pabrik fisik.

Maka Vladimir Lenin dia juga bilang bahwa Tiktok adalah perbudakan,antara Budak dan Tuan.Dan Frederick Nietzsche meng istilah kan dengan Moral Budak.

Baca Halaman Selanjutnya..

Kapitalisme memanfaatkan pengguna internet sebagai pekerja yang tidak dibayar, yang menghasilkan nilai melalui data mereka, sementara mereka sendiri tidak memiliki data tersebut.

Pengguna hanya mendapatkan kepuasan palsu sebagai gantinya, sementara perusahaan platform mengumpulkan keuntungan besar tanpa harus memiliki pabrik fisik.

Maka Bill Gates dia bilang bahwa 10 Tahun kemudian otak manusia akan digantikan dengan Al. Maka menurut hemat saya bahwa Tuhan telah menganugerahkan kepada kita Akal, digunakan untuk berpikir dan memahami realitas kehidupan.

Tuhan menegaskan Bahwa: Apakah sama orang yang berpikir dan berpikir? Haya orang orang barakallah yang memahami pelajaran ( QS: Az Zumar: Ayat;9). (*)

Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Selasa, 27 Mei 2025
Link Koran Digital: https://www.malutpostkorandigital.com/2025/05/selasa-27-mei-2025.html

Exit mobile version