“Paradigma Hukum dan Realitas: Masyarakat Adat, Penjaga Warisan Budaya, dan Ancaman Korporasi”

Korporasi-korporasi besar, dengan dalih pembangunan dan investasi, acap kali mengabaikan eksistensi masyarakat adat, menggerus hak-hak mereka, dan merusak lingkungan tanpa akuntabilitas yang jelas.
Mereka datang dengan "izin" yang seringkali diperoleh secara problematis, mengklaim tanah yang telah berabad-abad menjadi sandaran hidup masyarakat adat.Di sinilah letak krisis konseptual dalam praktik hukum kita.
Jika hukum bertujuan untuk menciptakan keadilan, maka bagaimana mungkin hukum membiarkan korporasi merampas hak-hak masyarakat adat atas tanah ulayat mereka?
Bagaimana mungkin hukum membenarkan kerusakan lingkungan yang tak terpulihkan demi keuntungan segelintir pihak? Bukankah seharusnya hukum menjadi perisai bagi yang lemah, bukan pedang bagi yang kuat?
Paradigma hukum Pancasila, misalnya, jelas mengamanatkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ini berarti pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat adalah sebuah keniscayaan.
Hukum positif, seperti Undang-Undang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat, harus diimplementasikan secara konsisten dan tegas, bukan sekadar menjadi macan kertas.
Kasus-kasus kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang mempertahankan hak-hak mereka, seperti yang kerap terjadi di berbagai pelosok negeri, adalah tamparan keras bagi idealisme hukum.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar