(Sebuah Catatan lapangan)

Kosmologi Perlawanan Masyarakat Adat Wayamli

Ucok S Dola

Bermula dari berburu hewan di sekitar hutan Isalei dan Isalao, kemudian ke bukit Watan, Pesisir Waibbu dan pesisir pantai sekitarnya.

Kehidupan sosial budaya di Desa Wayamli dalam menjalani kehidupan mereka di Belantara Gunung Isalei dan Isalau adalah berburuh.

Namun setelah mereka keluar dan menempati kehidupan di Pesisir, secara perlahan-lahan aktivitas berburuh mulai hilang dan digantikan dengan Nelayan serta Bertani.

Dari sinilah, terbentuknya Desa dengan Kelompok masyarakat adat yang memiliki Pemimpin didalamnya, untuk terus menjaga amanah juga tanggungjawab secara kebudayaan dalam melestarikan Sumberdaya serta Potensi yang dimiliki di Wilayah Adat Wayamli dan mewarisinya kepada Generasi yang akan datang.

Sementara itu, gejolak yang terjadi baru-baru ini atas intervensi Negara terhadap perjuangan Masyarakat Adat dalam mempertahankan Wilayahnya melawan PT Sembaki Tambang Sentosa (STS) dengan pelanggaranya “Penyerobotan lahan tanpa sosialisasi” menjadi tragedi bagi kehidupan masyarakat adat.

Sebuah gerakan yang dilakukan warga sebanyak tiga kali pada bulan April, tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Adapun jalur penyelesaian yang telah dilakukan oleh Pihak Pemerintah Derah dan Forkopimda dinilai warga tidak efektif karena mengesampingkan hak-hak adat.

Tak hanya itu, ada sekitar 14 Warga dilaporkan oleh pihak Perusahaan (PT STS) kepada POLDA Maluku Utara (Rabu, 16 Mei 2025) atas tuduhan membawa Senjata Tajam (Sajam) saat melakukan Aksi Unjuk Rasa pada 21 April 2025 (Kadera, 15 Mei 2025).

Namun berdasarkan keterangan warga, Senjata Tajam (Parang) yang dibawa oleh warga karena mereka ingin membersihkan perbatasan yang telah serobot oleh pihak perusahaan, tidak bermaksud untuk melakukan Peristiwa yang Naas.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3

Komentar

Loading...