Site icon MalutPost.com

Kemiskinan yang Terstruktur di Kota Ternate

Oleh: Sulemang Buamona
(Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Maluku Utara)

Ternate merupakan salah satu waterfront city di Indonesia yang awalnya dikenal dalam sejarah dunia sebagai pusat perdagangan rempah-rempah skala internasional di abad ke-15 silam.

Selama menjadi kotamadya, Ternate telah menunjukkan perkembangan sebagai kota perdagangan dan industri serta kemajuan yang cukup pesat dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat.

Dalam perjalanan ternate sampai sejauh ini, menjadikan ternate kuat dan sinergi dalam pembangunan kota hingga menjadikan ia berkembang pesat dan dikenal sebagai kota rempah dengan tingkat kemiskinan ke-enam paling rendah di luar pulau Jawa.

Dalam melakukan pembangunan, pemerintah mencoba memanfaatkan sagala lini sektor agar pembangunan terus merata dan kota ini terus terdorong kemajuannya.

Semisalnya pemanfaatan UMKM yang ada dalam kemajuan ekonomi, pembangunan infastruktur yang merata dalam menjaga stabilitas kemajuan kota dan penyediaan lapangan pekerjaan melalui kerja sama dengan berbagai wiraswasta dan lainya agar mengurangi tingkat pengangguran di Kota Ternate.

Berbagai lini sektor telah dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh pemerintah kota. Namun ada saja beberapa sektor yang luput dari pemantauan pemerintah kota terkait dengan masalah kemiskinan tingkat kota yang mungkin telah di usahakan pemerintah tetapi tidak maksimal.

Masalah kemiskinan ini selalu saja terjadi, bukan hanya di beberapa daerah tertinggal bahkan daerah-daerah maju pun tidak luput dari hal itu.

Kemiskinan menjadi suatu faktor yang secara struktural terus terjadi dan akan terus ada di Indonesia selama pemerataan pemberdayaan dan pembangunan tidak maksimal.

Baca Halaman Selanjutnya..

Dalam teori ekonomi klasik, Thomas Malthus menerangkan bahwa kemiskinan terjadi karena ketidakseimbangan antara pertumbuhan penduduk dan ketersediaan sumberdaya.

Teori tersebut jelas realitasnya yang terjadi di Kota Ternate saat ini, di mana semakin maju kota ini, pertumbuhan penduduk makin pesat namun ketersediaan sumberdaya yang ada di kota ini tiap tahunnya makin minim.

Hal itu dikarenakan pebangunan yang makin meningkat membuat segala sektor lahan telah terisi dengan pembangunan infrastruktur sehingga ketersediaan sumberdaya manusia yang makin pesat malah menjadi sebuah firus tingkat pengangguran.

Namun dalam teori siklus kemiskinan (Cycle of Poverty) menjelaskan bahwa kemiskinan bersifat sistemik dan berulang dari generasi ke generasi.

Misalnya: anak dari keluarga miskin sulit mendapat pendidikan, terus berlanjut sulit dapat pekerjaan maka akan tetap miskin. Teori ini menjelaskan bahwa tingkat kemiskinan yang terjadi bukan karena masalah pertimbuhan penduduk yang makin pesat atau ketersediaan sumberdaya yang minim.

Tetapi dimana ia menjelaskan bahwa kemiskinan itu terjadi karena doktringan secara struktural yang membuat kemiskinan itu tetap terus ada baik pada daerah tertinggal, berkembang, maupun maju.

Dari teori tersebut menjadi sebuah sandaran untuk bagaimana kita menganalisis terkait kemiskinan yang masih terjadi di Kota Ternate saat ini.

Menduduki peringkat ke-6 sebagai daerah tingkat kemiskinan paling rendah di luar pulau Jawa berarti menandakan bahwa kemiskin di Kota Ternate masih ada dan perlu di kaji permasalahaannya untuk menghadirkan sebuah solusi sebagai poin penyelesaiannya.

Baca Halaman Selanjutnya..

Ternyata kemiskinan yang secara struktural tersebut disebabkan karena masih adanya keterbatasan lapangan pekerjaan seperti banyak penduduk yang bekerja di sektor informal (seperti nelayan tradisional, pedagang kecil, buruh harian), dan peluang kerja formal dan industri masih terbatas, sehingga banyak lulusan muda menganggur atau bekerja di bawah upah minimum.

Selain itu, rendahnya kualitas pendidikan dan keterampilan. Maksudnya ialah meskipun sekolah tersedia, akses ke pendidikan tinggi dan pelatihan vokasi masih terbatas sehingga banyak generasi muda tidak memiliki keterampilan kerja yang dibutuhkan oleh dunia kerja modern (misalnya teknologi, manajemen, atau digital skill).

Selanjutnya, permukiman kumuh dan urbanisasi. Maksudnya ialah munculnya permukiman padat dan tidak layak di pesisir kota atau pinggiran akibat urbanisasi dan penduduk dari pulau-pulau sekitar pindah ke kota berharap kehidupan lebih baik, tetapi tidak semua bisa langsung bekerja atau memiliki tempat tinggal layak.

Ditambah lagi Ternate saat ini masih sangat bergantung pada hasil laut dan sektor primer lainnya, sehingga ketika musim tidak menduduk atau harga komuditas turun, pendapat masyarakat menjadi tidak stabil.

Selain itu, ada juga masalah ketimpangan ekonomi, dimana ada jurang besar antara masyarakat menengah atas dan masyarakat miskin serta pembangunan yang sepenuhnya belum merata dan lebih berfokus di pusat kota atau wilayah pemerintahan. Dan yang terakhir terkait potensi bencana alam.

Maksudnya ialah letak Kota Ternate yang sangat geografis dekat dengan gunung Gamala dan berada di zona rawan gempa membuat penduduk rentan kehilangan tempat tinggal dan penghasilan saat terjadi bencana sehingga menyebabka pemulihan kadang lambat, menyebabkan kemiskinan berkepanjangan.

Baca Halaman Selanjutnya..

Maka untuk mengatasi permasalah kemiskinan yang masih menjamur di Kota Ternate saat ini ialah;

Pertama, membutuhkan partisipasi dari semuah pihak dalam hal peningkatan akses pendidikan dan kualiatas pendidikan dengan membangunan dan meperbaiki fasilitas pendidikan di wilayah pinggiran kota dan pulau-pulau sekitarnya.

Memberikan beasiswa khusus bagi anak dari keluarga miskin serta kembangkan pendidikan pendidikan advokasi dan pelatihan kerja (BLK) yang sesuai dengan kebutuhan industry lokal.

Kedua, pengembangan lapangan kerja dan wirausaha. Maksudnya ialah harus ada dorongan sektro informal seperti nelayan, pedagang kaki lima, dan pelaku UMKM melalui bantuan modal usaha mikro, pemasaran digital produk lokan dan pelatihan kewirausahaan.

Ketiga, penataan dan peningkatan pemukiman kumuh. Yaitu membangun rumah susun sederhaan sewa (RUSUNAWA) untuk warga di kawasan padat atau rawan bencana, dan lakukan program beda rumah atau bantuan perbaikan rumah tidak layak huni.

Keempat, melakukan verifikasi ekonomi masyarakat pesisir. Ialah melakukan latih nelayan dan keluarganya agar tidak hanya bergantung pada penangkapan ikan, misalnya; budidaya perikanan, pengelolaan hasil laut dan ekowisata pesisir dan wisata kuliner laut. Selanjutnya membangun koperasi nelayan yang transparan dan dikelola secara bersama.

Kelima, peningkatan program bantuan sosial yang tepat sasaran, yaitu memperbaiki data penerima bantuan agar lebih akurat dan adil, lanjutkan program seperti program keluarga harapan, bantuan pangan non tunai, dan jaminan kesehatan nasional untuk warga miskin serta perluasan program kartu prakerja lokal untuk masyarakat usia produktif.

Baca Halaman Selanjutnya..

Keenam, pemerataan pembangunan antar wilayah. Maksudnya ialah prioritaskan pembangunan di wilayah pesisir, pinggiran kota, dan pulau-pulau terluar serta kembangkan infrastruktur dasar (jalan, pelabuhan dan transportasi antar pulau) agat akses ekonomi lebih terbuka.

Ketujuh, mitigasi dan edukasi bencana yaitu, melakukan sosialisasi tanggap bencana dan bangun sistem peringatan dini serta sediakan tempat evakuasi dan bantuan cepat bagi keluarga miskin yang terdampak letusan gunung atau gempa ditambah buatkan skema pemulihan ekonomi pascabencana yang ramah masyarakat miskin.

Dengan terobosan-terobosan tersebut, akan mampu mengembalikan pemulihan dan peningkatan pembangunan secara merata sehingga mampu mengurangi bahkan menghilangkan kemiskinan yang terjadi di Kota Ternate saat ini.

Serta menadikan kota ternate sebaga kota percontohan bagi setiap kota atau kabupaten yang ada di provinsi Maluku utara secara khusus dan secara umum terhadap Indonesia. (*)

Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Kamis, 22 Mei 2025
Link Koran Digital: https://www.malutpostkorandigital.com/2025/05/kamis-22-mei-2025.html

Exit mobile version