Oleh : Ivan Munawar Irsyad Hanafi
(Analis Pasar Hasil Perikanan Direktorat Logistik Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan, KKP)
Arah kebijakan pembagunan sektor kelautan dan perikanan saat ini dalam rangka mewujudkan keseimbangan ekologi dan ekosistem serta inovasi teknologi dengan menerapkan konsep ekonomi biru (blue economy).
Implementasi konsep blue economy dilakukan dengan program dan kegiatan seperti: Perluasan wilayah konservasi perairan; Penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota dan zona penangkapan;
Pengembangan perikanan budidaya berkelanjutan di laut, pesisir dan tawar yang berorientasi ekspor dan berbasis kearifan lokal;
Pengendalian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, pesisir dan laut, dari kegiatan ekonomi yang merusak, dan; Pengurangan sampah plastik di laut melalui Gerkan Nasional Bulan Cinta Laut.
Tantangan dalam implementasi konsep blue economy adalah Distribusi Hasil Perikanan, hal ini disebabkan karena : Perishable Product (ikan sebagai komoditi ekonomi sekaligus sebagai bahan pangan yang kaya akan kandungan gizi, namun mudah rusak sehingga perlu penaganan khusus);
Ikan Bersifat Musiman (khusus untuk ikan hasil tangkapan, tidak dapat di tangkap sepanjang waktu dan musimnya berbeda antar wilayah dan antar jenis);
Baca Halaman Selanjutnya..
Disparitas Wilayah Produksi dan Industri (Produksi perikanan tangkap umumnya berada di luar Pulau Jawa, sedangkan Industri dan/atau Unit Pengolahan Ikan berada di Pulau Jawa);
Logistik dan Konektivitas (Konektivitas antar wilayah produksi, pengumpulan, dan pasar perlu di tingkatkan, antara lain melalui penyiapan ekosistem logistik yang baik dan efisien).
Tantangan distribusi ini menyebabkan Tingginya Biaya Logistik, terutama biaya logistik dari wilayah Indonesia Timur ke Pulau Jawa.
Keragaan distribusi hasil perikananan berdasarkan lalu lintas hasil perikanan keluar Maluku Utara melalui jalur laut dan jalur udara. Jalur laut didominasi jenis ikan non hidup (segar, beku dan olahan) sebanyak 11.642 ton.
Jalur udara umumnya untuk komoditi ikan hidup seperti lobster, udang, ikan hias sebanyak 577.619 ekor, dengan total nilai komoditi Rp406 milyar.
Tujuan utama distribusi hasil perikanan adalah : Jawa Timur 4.772 ton (40,99%), Jakarta 4.057 ton (34,84%), Sulawesi Utara 1.273 ton (10,93%), Sulawesi Selatan 192 ton (1,65%), Maluku 163 ton (1,40%), lainnya 1.186 ton (10,19%).
Jenis komoditi yang dominan di distribusikan pada tahun 2023 : Cakalang 2.503 Ton, Cumi 1.769 ton, Layang 1.198 ton, Kembung 1.198 ton, Teri 1.003 ton (komoditi ikan non hidup).
Baca Halaman Selanjutnya..
Dan Bibit Kerang Mutiara 317.000 ekor, Belut 88.460 ekor, Lobster 70.439 ekor, Udang Kipas 22.135 ekor, Letter Six 17.628 ekor (komoditi ikan hidup). (Sumber BKIPM Ternate, diolah).
Untuk itu perlu dilakukan Desain Distribusi dan Transportasi Hasil Perikanan menggunakan System Multi Moda atau sistem transportasi yang menggunakan lebih dari satu moda transportasi untuk mengangkut hasil perikanan dari point of origin to point of destination atau dari sentra produksi ke sentra distribusi/industri.
Desain distribusi dan transportasi dimulai dari hulu menuju hilir. Di hulu hasil perikanan berasal dari hasil tangkapan yang didaratkan di Pelabuhan perikanan dan dari hasil budidaya (dipanen) menuju Unit Pengolahan Ikan (UPI) Bahan Baku, Pusat Pengumpulan (cold storage) dan pasar lokal.
Proses pengangkutan dari wilayah timur diangkut menggunakan moda transportasi laut dengan dukungan jasa logistik (shipping line) berbasis reefer container atau menggunakan kapal angkut perikanan dengan sistim curah didalam palka.
Hasil perikanan tersebut di daratkan dipelabuhan niaga tujuan dan/atau di Pelabuhan Perikanan tujuan, kemudian dilanjutkan dengan moda transportasi darat menggunakan mobil berpendingin/berefrigerasi atau menggunkan kereta api logistik menuju tujuan akhir pada UPI Produk, pasar domestik maupun pasar ekspor.
Saat ini sudah ada pelaku usaha jasa logistik yang menyiapkan transportasi menggunkaan single moda dan multi moda untuk mengangkut hasil perikanan dengan biaya bervariasi sesuai kebutuhan pemiik ikan.
Baca Halaman Selanjutnya..
Tersedia sarana angkutan laut dalam rangka distribusi hasil perikanan dari Maluku Utara oleh shipping line swasta:
1) Tanto Intim Line (Tanto) dengan 3 kapal tujuan Makassar dan Surabaya; 2) Salam Pasific Indonesia Line (SPIL) dengan 2 kapal tujuan Surabaya dan Jakarta; 3) Tempuran Emas (Temas) dengan 7 kapal tujuan Bitung, Makassar, Surabaya dan Jakarta.
Shipping Line pemerintah : 1) PT. Pelayaran Nusantara (PELNI) dengan 2 kapal (KM Sinabung, KM Sangiang) tujuan Bitung Makassar dan Surabaya; 2) Tol Laut (T-6 : KM LOGNUS 2; T-9 : KM LOGNUS 3 dan T-23 KM Kendhaga Nusantara 9).
Untuk transportasi udara belum tersedia pesawat khusus mengangkut hasil perikanan dari Maluku Utara, umumnya menggunakan pesawat regular untuk tujuan langsung ke Jakarta ataupun transit di Makassar, Surabaya dan Manado.
Peswat tersebut diantaranya adalah : Garuda Air Line, Batik Air, Lion Air, Super Air Jet, dan Wings Air.
Desain rute distribusi mendukung modelling penangkapan terukur di Maluku Utara.
Diawali dengan menentukan Pelabuhan Pusat (hub) dan Pelabuhan Pengumpan (spoke) untuk tujuan domestik dan ekspor perlu mempertimbangkan kondisi pelabuhan (panjang dermaga dan kedalaman laut), sarana dan prasarana di pelabuhan, konektivitas pelabuhan, jumlah muatan dan ketersediaan penyedia Jasa Logistik.
Dalam desain ini Pelabuhan Hub adalah Pelabuhan Niaga Ahmad Yani Ternate sebagai pintu masuk dan keluar Maluku Utara untuk moda transportasi laut.
Baca Halaman Selanjutnya..
Sedangkan untuk moda transportasi udara melalui Bandara Udara Sultan Baabullah Ternate. Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Ternate sebagai pusat konsolidasi muatan hasil perikanan.
Pelabuhan Spoke adalah Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Dufa-dufa (Ternate), PPI Tuada (Jailolo), PPI Goto (Tidore) dan PPI Weda (Weda).
Pelabuhan Sub Hub 1 : di Pelabuhan Niaga Tobelo dengan pusat konsolidasi hasil perikanan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tobelo, didukung pelabuhan spoke : PPI Tiley (Morotai) dan PPI Manitinting (Maba).
Pelabuhan Sub Hub 2 : di Pelabuhan Niaga Bacan (Babang) dengan pusat konsolidasi hasil perikanan di PPP Panambuang (Bacan).
Pelabuhan Spoke adalah PPI Sayoang (Bacan), PPI Manitinting (Sula). Selain Pelabuhan Hub dan Pelabuhan Spoke di Maluku Utara ada Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Morotai yang fokus pada kegiatan penangkapan dan pengolahan ikan tuna dengan tujuan ekspor ke Jepang dan ASEAN.
Selanjutnya menentukan rute Pelabuhan Spoke ke Pelabuhan Hub, rute Pelabuhan Hub ke luar Zona WPP 714 dan WPP 715 Maluku Utara untuk tujuan domestik, menentukan rute ekspor menggunakan moda trasnportasi laut dan moda transportasi udara.
Baca Halaman Selanjutnya..
Ketersediaan penyedia jasa logistik berbasis reefer container. Ketersediaan kapal angkut dari spoke ke hub ukuran 30 GT dan kapal angkut dari hub ke hub untuk ukuran 100 GT, serta kapal angkut >200 GT dari Hub ke luar zona.
Setelah desain rute distribusi perlu dilakukan penguatan disribusi hasil perikanan melalui mekanisme : Fasilitasi Kerjasama.
Fasilitasi Kerjasama antara pemilik ikan dengan pemilik kapal angkut dan pemilik ikan dengan pelaku usaha jasa logistik.
Tantangannya : Kesepakatan B to B; Sewa. Sewa kapal angkut (jangka menengah). Tantangannya Persyaratan, tarif, Skema, dll; Pembangunan. Pembangunan kapal angkut (jangka Panjang). Tantangannya: waktu Pembangunan dan Pengelolaan. (*)
Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Kamis, 20 Maret 2025
Link Koran Digital: https://www.malutpostkorandigital.com/2025/03/kamis-20-maret-2025.html