Refleksi Kritis: Cinta dan Pembentukan Subjektivitas

- Energi
Sekarang penulis akan mengkomparasikan bahasan cinta di atas dengan menggunakan pendekatan-pendekatan ilmiah. Hemat penulis seperti yang sudah di terangkan, bahwa cinta merupakan Manifestasi Energi dari kehidupan di muka bumi. Umumnya, Energi menurut Einstein dilambangkan dengan E=mc2. E adalah energi, sebuah rumus kesetaraan antara energi dan massa, m adalah singkatan dari suatu massa, sementara C2 adalah kecepatan Cahaya, sebuah konstanta universal. Jika disederhanakan, maka energi sama dengan materi dikalikan dengan kuadrat kecepatan Cahaya. (Robert Lamb & Yara Simon: 2023.com)
Penjabaran singkat tentang energi di atas jika dihubungkan dengan cinta, maka kita akan tiba pada energi untuk menghidupkan dunia dapat ditemui melalui cinta, dikalikan dengan kuadrat kecepatan Cahaya maka cinta adalah energi paling purba dari kehidupan karena ia tidak tetap, melainkan kekal. Hal ini menunjukan bahwa, setiap manusia ataupun makhluk memiliki persamaan dalam energi untuk mengakses cinta antar sesama maupun kepada Tuhan melalui manifestasi. Cinta yang materi adalah manifestasi dari immateri, sebaliknya yang immateri adalah manifestasi dari materi. Bagaimana menguraikannya? Penulis mengajak kita merefleksikan ini dalam kehidupan sehari-hari.
- Manifestasi Cinta Materi dan Immateri
Secara umum, materi dan imateri adalah dua perspektif filsafat yang belum selesai dalam diskursus. Hal ini kita temukan dalam literatur filsafat tentang perdebatan antara ide yang melahirkan materi atau materi yang melahirkan ide dipelopori oleh dua filsuf Plato dan Aristoteles. Namun penulis tidak bermaksud untuk memperpanjang diskursus tersebut yang telah berkembang akhir-akhir ini, melainkan penulis akan menurunkannya dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk refleksi kritis.
Cinta terhadap sesuatu yang sifatnya materi karena mampu di indrawi tetentu tidak akan sampai pada yang immateri karena tidak mampu di indrawi. Sebagai contoh; seseorang cinta materi, maka dia tidak sampai pada cinta Tuhan, sebab Tuhan tidak dapat di indrawi. Ini adalah pernyataan kompleks yang penulis temukan dalam kehidupan sehari-hari, tetapi ada upaya bagi penulis untuk menguji hal ini dengan prespektif yang berbeda.
Namun tidak pada kita membahas cinta pada konteks relasi yang dilakukan oleh anak muda di saat ini dengan istilah pacaran pada umumnya, melainkan terjun lebih dalam agar kita dipertemukan sebuah pertanyaan mendasar seperti, apa yang dicari laki-laki pada Perempuan? Dan sebaliknya Perempuan mencari apa dalam diri laki-laki? Sehingga lahirlah relasi cinta yang menghubungkan dua insan itu.
Untuk menjawab kedua pertanyaan ini, mula-mula kita harus bisa memisahkan alasan-alasan umum seperti, ganteng, putih atau hitam dan lain-lain sebagai alasan subjek mengatakan cinta pada objek. Penulis akan menggunakan istilah Deleuze tentang Aku dan aku, atau Aku yang aktif dan aku yang pasif. Aku yang aktif dengan huruf kapital ‘A’ku adalah aku yang sedang melakukan, sementara aku dengan huruf kecil ‘a’ku adalah proses menjadi diri ku. Sebagai contoh Aku yang aktif (aku sedang membaca buku), dan aku yang pasif (ia membawa buku untukku). Ini bisa diterjemahkan dalam bahasa inggris yaitu I and me. Pemaparan ini diringkas oleh Chris Stover dalam kursus filsafat tentang Waktu dan Proses saya, musim semi 2017.
Baca halaman selanjutnya..
Komentar