Oleh: Saiful Deni
(Rektor UMMU / Guru Besar Ilmu Administrasi Negara UMMU)
Puasa dalam Islam tidak hanya persoalan ibadah ritual yang bersifat individual semata, tetapi juga memiliki dimensi sosial yang sangat kuat.
Selain menahan lapar dan haus, puasa juga mengajarkan nilai-nilai tanggung jawab sosial, empati, dan solidaritas terhadap sesama.
Dalam konteks ini, puasa tidak hanya menjadi sarana penyucian diri, tetapi juga media untuk memperkuat hubungan sosial dan mengembangkan kepedulian terhadap kaum yang kurang beruntung.
Salah satu hikmah utama puasa adalah menumbuhkan empati terhadap orang-orang yang hidup dalam kesulitan. Dengan merasakan lapar dan haus.
Umat Islam diharapkan dapat memahami penderitaan orang miskin dan mendorong mereka untuk lebih peduli terhadap kondisi sosial di sekitarnya.
Ada beberapa cara bagaimana puasa dapat mendorong seseorang untuk menunjukkan empati sosial, yakni : Adanya kesadaran terhadap kemiskinan, di mana saat berpuasa.
Seseorang akan merasakan kelaparan dan kehausan, yang dapat membuka kesadaran terhadap kondisi saudara-saudara yang setiap hari menghadapi keterbatasan ekonomi.
Dalam puasa, Islam sangat menganjurkan berbagi makanan berbuka puasa dengan orang lain. Hal ini dapat dilakukan melalui sedekah makanan, donasi, atau berbuka puasa bersama dengan kaum dhuafa.
Baca Halaman Selanjutnya..
Terakhir, menghindari sikap egois dan individualism. Puasa yang dijalankan Kaum Muslimin mengajarkan pentingnya kebersamaan dan kepedulian terhadap sesama.
Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda : “Tidaklah beriman seseorang di antara kalian hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari No. 13, Muslim No. 45)
Dengan demikian, makna empati dan tanggung jawab sosial mengandung nilai, bahwa puasa menanamkan nilai kebersamaan, di mana seseorang tidak hanya memikirkan kepentingan pribadi, tetapi juga memperhatikan kebutuhan orang lain.
Tentang hal ini, Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa memberi makan kepada orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang yang berpuasa.” (HR. Tirmidzi No. 807, Hasan Shahih).
Hadits di atas menunjukkan bahwa puasa bukan hanya tentang menahan diri, tetapi juga mengajak Kaum Muslimin untuk berbagi dengan sesama.
Tradisi berbuka puasa bersama, pemberian sedekah, dan bantuan kepada fakir miskin selama bulan Ramadan merupakan manifestasi nyata dari nilai sosial yang terkandung dalam ibadah ini.
Pada konteks lebih jauh, puasa juga menjadi sarana penguatan solidaritas sosial dalam masyarakat. Ketika umat Islam menjalankan puasa secara bersama-sama, mereka merasakan pengalaman spiritual yang sama, yang pada akhirnya memperkuat rasa kebersamaan.
Baca Halaman Selanjutnya..
Dalam konteks ini, ibadah puasa dapat menjadi alat untuk membangun harmoni sosial dan mengurangi kesenjangan antara kelompok masyarakat yang berbeda.
Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183).
Ayat di atas menunjukkan bahwa tujuan puasa adalah mencapai ketakwaan, yang mencakup aspek kepedulian terhadap sesama dan keadilan sosial.
Ketakwaan bukan hanya dimaknai sebagai hubungan vertikal dengan Allah SWT, tetapi juga hubungan horizontal dengan sesama manusia.
Ini juga dapat ditarik lebih jauh, hubungan horizontal dengan sesame manusia (habblum minannas), juga bermakna keadilan sosial.
Salah satu aspek penting dari tanggung jawab sosial dalam puasa adalah menegakkan keadilan sosial. Islam mengajarkan bahwa harta bukan hanya hak individu tetapi juga memiliki dimensi sosial.
Karenanya, puasa harus diiringi dengan amal kebaikan, seperti membayar zakat, bersedekah, dan membantu mereka yang membutuhkan.
Pada titik ini, makna hablum minannas menemukan pijakannya, yang berarti lebih pada penguatan tanggung jawab sosial.
Baca Halaman Selanjutnya..
Dalam sebuah hadits disebutkan: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.” (HR. Ahmad No. 8799, Hasan).
Pesan hadits ini menekankan bahwa kebermanfaatan bagi sesama adalah bagian dari keberagamaan yang sejati. Puasa tidak boleh menjadi alasan untuk menutup diri dari tanggung jawab sosial, tetapi justru menjadi pendorong untuk lebih aktif dalam membantu masyarakat.
Puasa bukan hanya sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga memiliki dimensi sosial yang kuat. Melalui puasa, umat Islam diajarkan untuk merasakan penderitaan orang lain, memperkuat solidaritas sosial, dan menegakkan keadilan dalam masyarakat.
Dengan demikian, puasa menjadi sarana untuk menumbuhkan kesadaran kolektif dan memperkokoh tanggung jawab sosial.
Oleh karena itu, nilai-nilai puasa harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya di bulan Ramadan, tetapi sepanjang tahun, agar kehidupan sosial yang lebih adil dan harmonis dapat terwujud.
Selain meningkatkan empati individu, puasa juga dapat menjadi momentum untuk perubahan sosial. Banyak lembaga sosial, komunitas, dan individu yang memanfaatkan bulan Ramadan untuk meningkatkan aktivitas sosial seperti pemberian zakat, infaq, dan sedekah.
Hal ini menunjukkan bahwa puasa memiliki potensi besar dalam membangun solidaritas sosial yang lebih kuat.
Semoga puasa yang kita jalankan di bulan Ramadan tahun ini, dapat menguatkan iman, taqwa, serta solidaritas kita terhadap sesama.
Tidak hanya bagi sesama manusia, tetapi juga bagi lingkungan sekitar kita, sebagai manifestasi rahmatan lil’alamin. (*)