Oleh: M. Tauhid Arief
Di rumah Om Paul, tetangga saya, ada tiga sepeda motor. Satu dipakai sehari hari dalam menjalankan aktivitasnya. Dua sepeda motor lainnya, dipakai dua anak lelakinya. Satu anaknya masih kuliah, satu lagi kerja di salah satu pusat perbelanjaan.
Pada suatu hari, Om Paul yang baru memasuki masa pensiun, punya ide mengelola ‘aset’ yang dimiliki. Selama ini dia melihat sepeda motornya banyak ‘nganggur’ sehingga ia menawarkan kepada anaknya untuk memberdayakan sepeda motor itu.
Maksudnya, agar ada nilai tambah dari motor-motor tersebut.“Bagaimana kalo ngoni deng papa pe motor kase mancari. Dari pada cuma badiang,” ujar Om Paul.
“Papa pe maksud, bagaimana?” Tanya Boy, anak yang masih kuliah.
Om Paul pun menjelaskan kepada kedua anaknya. Kata Om Paul, motor yang nganggur di malam hari, sebaiknya digunakan untuk mendapatkan uang.
Minimal uang bensin dan uang setoran angsuran. Maklum, satu motor yang digunakan sang anak masih dalam status kredit. Masih ada 15 kali angsuran yang besar hampir satu juta setiap bulan.
Om Paul kepada anaknya, mengaku, sudah berkomunikasi dengan beberapa anak muda di kampungnya, yang kebetulan belum dapat pekerjaan. Pemuda ini memang biasa memanfaatkan motor rekannya untuk “ngojek”.
Dua anak muda tetangga itu merespon baik. Malah senang ketika diberi kesempatan untuk menggunakan motor itu. “Ngoni setor jo 20 ribu. Pokoknya yang penting pagi pagi motor so ada di rumah,” begitu penjelasan Om Paul.
Baca Halaman Selanjutnya..
Singkat kata, dua motor di rumah om Paul, setiap hari pun beroperasi menawarkan jasa antar penumpang.
Setidaknya, om Paul sudah punya pendapatan harian. Dia sangat terbantu, karena uang setoran motor dua bulan ini sudah bisa diatasi tanpa mengganggu banyak uang pensiunnya.
Tapi di bulan berikutnya, atau memasuki pertengahan bulan ketiga, Om Paul nyaris pingsan. Dia mendapat kabar, motornya mengalami kecelakaan tunggal. Anak muda yang mengendarai motornya, menabrak pohon di tepi jalan akibat mengantuk dan kelelahan.
Sebagai tetangga yang punya ide, Om Paul pun terpaksa harus membiayai perbaikan motor yang rusak parah, sekaligus mengeluarkan biaya perawatan di rumah sakit. Biaya yang dikeluarkan melebihi dari apa yang diperoleh selama motor itu dimanfaatkan untuk “ngojek”.
***
Kisah Om Paul beda dengan tetangga sebelahnya. Namanya Tonny. Lelaki bertubuh atletis ini sejak tamat SMA sudah mandiri. Dia sempat kuliah berapa semester, namun berhenti karena perhatiannya lebih terfokus pada “mancari”.
Saat ini, lelaki berusia 33 tahun itu memiliki usaha penjualan pulsa dan data. Dahulu, sekitar enam tahun lalu, dia cuma memiliki satu counter (outlet) di depan salah satu pusat pertokoan. Lambat laun bertambah. Saat ini outlet nya sudah ada 14 di sejumlah lokasi. Hampir setiap tahun ia ke luar negeri dari bonus penjualan yang diperolehnya.
Suatu ketika ada temannya datang untuk menawarkan kerjasama dalam bisnis ikan tuna.
Baca Halaman Selanjutnya..
Di samping tertarik dengan keuntungan, Tonny sangat percaya dan yakin dengan profile temannya itu. Selama ini teman Tonny memang menekuni bisnis ikan. Tonny dianggap cukup berhasil. Rumah bagus, punya tiga kendaraan pribadi dan operasional.
Maka jadilah kerjasama itu. Tonny menambah modal sekitar Rp250 juta dari kebutuhan sekitar Rp400 juta untuk pengadaan dan pengiriman ikan tuna. Pengiriman menggunakan kontener pendingin (reefer container). Kontener yang menampung 15 ton.
Dari pembicaraan kerjasama itu, keuntungan dibagi sesuai setoran modal. Sejak awal keduanya bicara terbuka. Mulai dari modal pembelian ikan tuna yang Rp24 ribu perkilo hingga penjualan ke buyer dengan harga Rp35 ribu/kg. Jadi secara bruto ada margin 11 ribu/Kg.
Dari keuntungan ini akan dipotong biaya tenaga kerja, transportasi, termasuk biaya pengiriman kontener. Saat pengiriman sampai di tempat tujuan, —gudang buyer— di Jakarta, ikan ternyata rusak. Kerusakan itu lebih disebabkan macetnya sistem pendingin kontener, sehingga terjadi defrost. (Ikan beku mencair).
Kemungkinan masalah sistem pendingin kontener bermasalah dua hari setelah keberangkatan dari Bitung. Buyer tak mau tahu. Sesuai perjanjian, mereka terima dalam kondisi beku.
Terpaksa ikan yang harus dibayar Rp35 ribu/kg harus dijual rugi Rp10 ribu kepada salah satu perusahaan pakan ternak. Padahal rencana, ikan tersebut akan diekspor oleh buyer Tonny.
Sudah sering ia berhubungan dengan buyer langganannya di Jakarta. Tapi, baru kali ini rekan Tonny mengalami hal seperti itu. Rekan Tonny benar-benar terpukul melihat video yang dikirim buyer nya itu.
Baca Halaman Selanjutnya..
Apalagi Tonny sendiri. Berharap dari ‘investasikan” dana Rp250 juta akan memperoleh margin bersih yang dibayangkan lebih dari Rp50 juta. Siapa yang bertanggung jawab atas kerugian ini, tidak ada. Karena tak diikutkan asuransi dan tidak ada perjanjian apa-apa.
****
Kisah Om Paul dan Tony, sekadar ilustrasi dan analogi sederhana dari sedikit gambaran hadirnya BPI Danantara (Badan Pengelola Investasi Daya Aganata Nusantara).
Lembaga ini secara resmi diluncurkan pada Senin 24 Februari 2025. Lembaga ini dapat kucuran awal dari pemerintah sebesar Rp350 triliun.
Uang sejumlah itu diambil dari pemangkasan anggaran APBN. Dalam waktu dekat, setelah BUMN melaksanakan RUPS, deviden yang biasa masuk ke kas negara, juga akan beralih ke kas Danantara. Ini akan terus berlanjut di tahun depan. Danantara akan terus menerima laba BUMN dalam bentuk deviden.
Nahkoda Danantara sudah ditunjuk dan dilantik. Sosok itu adalah Rosan Roeslani, Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM).
Danantara merupakan Holding Company, induk dari 9 BUMN produktif yang memiliki aset lebih dari Rp14 ribu triliun. Asset sebesar ini, menjadikan Danantara masuk 10 perusahaan besar di dunia.
Danantara sendiri fokus pada dua holding besar. Satu holding mengelola investasi yang dikepalai Pandu Syahrir, dan satunya holding operasional yang dikomandoi Donny Oskaria. Donny juga sebelumnya Wakil menteri BUMN.
Baca Halaman Selanjutnya..
Danantara akan fokus di kedua Holding itu. Yakni, mengelola dana investasi untuk aneka usaha skala besar di dunia internasional, termasuk melakukan kerjasama dengan perusahaan lain atau investor asing dalam menggarap proyek-proyek jumbo.
Secara operasional nantinya ditangani holding operasional, termasuk memanfaatkan aset BUMN yang begitu banyak. Ini dimaksudkan , agar aset-aset itu bisa dioptimalkan untuk menghasilkan cuan.
Presiden Prabowo sangat optimis kehadiran Danantara akan berkontribusi nyata dalam pembangunan dan perekonomian nasional dalam jangka panjang.
Tentu semua berharap cita-cita pemerintah, khususnya Presiden Prabowo bisa terwujud sesuai skenario awal yang sudah dijanjikan ke publik.
Tapi, di sisi lain tetap muncul juga nada minor. Pesimis lantaran banyaknya persoalan yang muncul karena pengawasan dan perencanaan yang lemah.
Misalnya, program food estate yang dicanangkan semasa Presiden Joko Widodo. Sampai saat ini masyarakat tidak mengetahui bagaimana out put dan progres keberhasilannya.
Jauh sebelumnya, di saat pemerintah membijaki kucuran BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) terhadap sejumlah bank di Indonesia. Sasaran BLBI ketika itu untuk membantu bank bank yang mengalami kesulitan likuiditas saat krisis moneter tahun 1998.
Baca Halaman Selanjutnya..
Harapan pemerintah untuk memberi kemudahan likuiditas perbankan itu kemudian di salah gunakan oleh pemilik dan pengelola bank itu sendiri. Jadinya, negara mengalami kerugian Rp110 triliun. Pemerintah pun sibuk mengatasinya untuk mengembalikan kerugian negara.
Pemerintah sampai membentuk Satgas BLBI dan BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional). Pembentukan lembaga ini, selain mengawasi, mengelola, dan merestrukturisasi bank-bank yang bermasalah, BPPN juga bertugas untuk menyelesaikan aset bermasalah dan mengembalikan uang negara yang tersalur ke sektor perbankan.
Sampai saat ini, hanya sekitar Rp30 triliun lebih dari Rp 110 triliun lebih yang berhasil diambil dan dirampas oleh negara. Sisanya, tak diketahui.
Yang ada hanya menangkap dan memenjarakan sejumlah pemilik dan pengelola bank. Bahkan sampai sekarang ada bankir yang masih diburu alias buron karena kasus ini.
Contoh lain, kasus PT Timah. Salah satu Perusahaan BUMN yang menggarap tambang. ‘Pat gulipat’ muncul dalam lingkaran perusahaan hingga negara dirugikan Rp300 triliun. Tak cuma itu. Skandal PT Asuransi Jiwas Raya yang juga masuk dalam barisan perusahaan BUMN.
Sepanjang 2008-hingga 2018 manajemen dianggap salah mengelola dana investasi masyarakat. Akibatnya, perusahaan kolaps dan tak mampu mengembalikan kewajiban pada nasabahnya.
Perusahaan ini rugi hampir Rp17 triliun. Masalah yang sama dialami PT Asabri atas kasus penyelewengan dana investasi lebih dari Rp 20 triliun.
Baca Halaman Selanjutnya..
Belum lagi kasus kerugian yang dialami sejumlah perusahaan BUMN lain. Sebagiannya sudah ditutup karena mengalami kebangkrutan. Dampak dari mis-manajemen ini tentu sangat berpengaruh pada reputasi, khususnya soal trust.
Karena itu, adanya kekhawatiran publik terhadap kehadiran Danantara, yang akan mengelola investasi besar, tak bisa dianggap mengada ada. Kemungkinan muncul risiko dalam dunia usaha/ bisnis tetap bisa saja terjadi.
Investasi besar memang bisa membawa keuntungan besar. Tapi sebaliknya, bisa juga membawa kerugian besar. Alih-alih rakyat Indonesia ikut menanggung akibatnya.
Perusahaan lembaga seperti Danantara sebenarnya sudah muncul sejak lama di negara jiran. Di Singapura, sudah dibentuk sejak 50 tahun lalu. Namanya Temasek.
Kontribusi terhadap perekonomian nasional cukup terasa. Perusahan yang menggarap sejumlah proyek strategis di dalam maupun luar Singapura, sampai sekarang tetap eksis.
Meski dibentuk tahun 1974, namun asset perusahan tidak lebih dari Rp5000 triliun. Juga perusahan yang sama sudah dibentuk di Malaysia di tahun 1994 oleh Perdana Menteri Mahathir Mohammad dengan asset Rp4000 triliun. Asset dua perusahaan ini, jauh dari total asset Danantara yang hampir tembus di angka Rp15 ribu triliun.
Meskipun Temasek yang didirikan semasa PM lee Kuan Yee, namun dari perjalanan dan pengalamannya, perusahaan pemerintah ini pernah mengalami masa sulit.
Baca Halaman Selanjutnya..
Terkini, investasi yang ditanamkan dalam perusahaan pengolahan pakan ternak dan udang, eFishery. Dipastikan modal investasi itu tidak akan kembali.
Blomberg edisi 24 Februari 2025, menguraikan, perusahan eFishery yang beroperasi di beberapa negara, termasuk Indonesia terus mengalami kerugian ratusan juta dolar.
Selama ini, perusahaan tersebut melakukan manipulasi data dan laporan keuangan. Ini salah satu kontribusi penyebab kerugian Temasek di tahun 2023.
Di tahun itu, perusahaan mencatat kerugian sebesar S$7,3 miliar. Kerugian ini disebabkan oleh kerugian mark to market (MTM) yang belum terealisasi dari investasi di bawah 20% sebesar S$22,0 miliar.
MTM adalah metode untuk mengukur nilai aset dan liabilitas yang nilainya berubah-ubah. Satu tahun sebelumnya, Temasek meraup laba lebih dari separuh pendapatan. Tercatat laba bersih di tahun 2021, $US 42 miliar dengan pendapatan lebih dari $US 80-an miliar.
Sementara itu, perusahaan negara Malaysia Khasanah Nasional Berhad (KNB) pada tahun 2024 mencatat penurunan laba dari RM 5,9 miliar di tahun 2023, menjadi RM 5,1 miliar tahun 2024.
Meski sudah ada KNB yang terbentuk di zaman PM Mahathir Mohammad, di tahun 2009 ketika PM Najib Razak berkuasa, sebuah lembaga baru milik pemerintah muncul lagi. Namanya 1MDB (1Malaysia Development Berhad).
Baca Halaman Selanjutnya..
1MDB ini difokuskan pada pembangunan proyek strategis nasional. Namun dalam perjalanan, pendirinya ikut terlibat skandal pencucian uang, gratifikasi dan korupsi. Tun Najib Razak divonis bersalah dan dihukum 12 tahun penjara.
Bahkan istrinya yang hidup glamour dianggap ikut menikmati hasil kejahatan dengan berfoya foya. Sama dengan Danantara, Temazek, KNB dan 1IMB adalah lembaga yang memiliki hak-hak khusus.
Bahkan Temazek pada awal pendiriannya di rahasiakan. Sama halnya dengan KNB. Dua perusahaan ini bertanggungjawab dan dikontrol langsung perdana menteri.
Danantara sendiri juga seperti itu. para komandonya tidak bisa disentuh hukum apabila mengalami kerugian karena kebijakan atau keputusan yang salah. Tapi kerugian akibat adanya skandal tetap bisa diproses dan diminta pertanggungjawaban secara hukum.
Ini bisa dimaklumi, sebab Danantara bertanggungjawab langsung ke presiden. Otomatis apa yang diputuskan dan dijalankan, sudah diketahui presiden. Kalau pun keputusan salah dan mengalami kerugian, bos di perusahaan ini tak disentuh hukum.
Mudah-mudahan saja, jalan menuju puncak kejayaan bisa digapai dengan tekad, kemauan, kerja keras dengan perencanaan yang matang secara profesional.
Jangan sampai Danantara mengalami substansi kegagalan yang sama seperti Om Paul dan Tonny. Atau contoh kegagalan perusahaan BUMN lain, apalagi kalau terjadi seperti skandal 1MDB Malaysia. Nauzubillah… (*)