Catatan
Sherly-Sarbin dan “Single Hero”

Sebagaimana isyarat Pasal 66 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, yaitu, membantu gubernur dalam memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan daerah
Memberikan saran dan pertimbangan kepada gubernur, melaksanakan tugas dan wewenang gubernur apabila gubernur menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara serta melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan oleh gubernur.
Posisi seperti ini yang dalam praktiknya sering menempatkan wakil gubernur bak ban serep: berfungsi hanya ketika gubernur tidak bisa menjalankan tugasnya.
Dalam keadaan seperti ini dibutuhkan political will gubernur untuk memberikan peran dan tugas yang proporsional kepada wakil gubernur. Sebaliknya jika gubernur merasa sebagai single hero, maka gaya kepemimpinannya cenderung one man show.
Gaya kepemimpinan semacam ini justru akan menghambat upaya mewujudkan birokrasi modern yang inklusif dan kolaboratif. Gaya kepemimpinan seperti itu juga akan melemahkan struktur organisasi pemerintah dan rawan konflik internal.
Disharmoni kepala daerah dan wakil kepala daerah biasanya dimulai dari gaya kepemimpinan kepala daerah yang one man show. Di mana kepala daerah atau gubernur mengambil semua keputusan penting secara sepihak tanpa melibatkan wakil gubernur.
Gubernur Sherly adalah pemegang kekuasaan dan tanggung jawab. Sedangkan wakil gubernur memiliki kedudukan sebagai pembantu gubernur.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar