Site icon MalutPost.com

Kampus Dikapitalisasi

Oleh: Barli Rano
(Ketua Umum HPMPD 2023-2024)

Di tengah perkembangan zaman, pendidikan tinggi semakin menghadapi tantangan global yang kompleks. Salah satu isu yang muncul adalah bagaimana universitas, sebagai institusi pendidikan, semakin dijadikan komoditas dalam sistem kapitalisme modern.

Dalam konteks ini, kapitalisasi kampus merujuk pada proses transformasi universitas menjadi entitas yang tidak hanya berfokus pada pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi juga pada keuntungan finansial, pemasaran, dan efisiensi yang mendukung aspek komersialnya.

Fenomena ini membawa dampak yang signifikan bagi pola pendidikan, tujuan kampus, serta hubungan antara mahasiswa, pengelola universitas, dan masyarakat luas.

Kampus sebagai Entitas Bisnis

Kapitalisasi kampus mulai terlihat jelas dengan masuknya prinsip bisnis dalam pengelolaan universitas. Dalam beberapa dekade terakhir, banyak universitas besar di seluruh dunia yang beralih ke model manajerial yang lebih berfokus pada efisiensi finansial.

Kampus tidak lagi hanya dipandang sebagai tempat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, tetapi juga sebagai entitas yang harus berkompetisi di pasar pendidikan global.

Kampus-kampus besar, terutama yang berada di negara maju, kini berlomba-lomba untuk menarik mahasiswa internasional yang dapat menjadi sumber pendapatan yang signifikan.

Sebagai contoh, banyak universitas kini semakin mengandalkan pendapatan dari biaya kuliah yang tinggi, fasilitas komersial, dan berbagai program yang bersifat elit.

Baca Halaman Selanjutnya..

Pada gilirannya, pendidikan tinggi telah menjadi suatu produk yang dipasarkan, dengan biaya yang semakin tidak terjangkau bagi sebagian besar masyarakat, terutama di negara berkembang.

Fenomena ini menciptakan kesenjangan dalam akses pendidikan, di mana hanya kalangan tertentu yang mampu menikmati pendidikan berkualitas, sementara kalangan kurang mampu harus berjuang untuk memperoleh akses yang setara.

Komodifikasi Pendidikan

Komodifikasi pendidikan tinggi adalah salah satu dampak paling jelas dari kapitalisasi kampus. Komodifikasi merujuk pada proses mengubah pendidikan menjadi barang atau jasa yang bisa diperdagangkan.

Di era kapitalisasi ini, kampus tidak lagi dilihat sebagai lembaga sosial yang mendorong perkembangan budaya dan pengetahuan, tetapi sebagai unit ekonomi yang beroperasi dengan tujuan untuk meraih keuntungan.

Ini tampak dari berbagai kebijakan yang diterapkan oleh banyak universitas, seperti memperkenalkan berbagai program studi yang lebih mengutamakan keterampilan praktis dan menghasilkan keuntungan bagi kampus.

Dengan semakin komersialnya pendidikan tinggi, mahasiswa seakan diposisikan sebagai konsumen yang membeli “produk pendidikan”.

Dalam konteks ini, fakultas dan program studi yang tidak menguntungkan atau tidak memiliki daya tarik finansial sering kali terabaikan.

Baca Halaman Selanjutnya..

Program-program yang dianggap lebih “laku” di pasar kerja, seperti teknologi informasi, bisnis, dan kedokteran, lebih banyak mendapatkan perhatian dan investasi.

Hal ini bisa menurunkan kualitas pendidikan di bidang-bidang lain yang mungkin lebih penting bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan masyarakat, tetapi tidak menghasilkan laba yang signifikan.

Mahasiswa sebagai Konsumen

Fenomena kapitalisasi juga mengubah peran mahasiswa dalam sistem pendidikan tinggi. Dulu, mahasiswa dianggap sebagai individu yang mencari pengetahuan untuk pengembangan diri dan masyarakat. Namun, dalam sistem kapitalisasi ini, mahasiswa lebih sering dipandang sebagai konsumen yang membeli jasa pendidikan.

Hal ini terlihat jelas dengan semakin banyaknya universitas yang menawarkan berbagai paket layanan untuk mahasiswa, mulai dari fasilitas mewah, program ekstra-kurikuler yang mahal, hingga peluang-peluang karier yang dijanjikan oleh lembaga pendidikan.

Kapitalisasi ini juga membawa dampak pada orientasi mahasiswa itu sendiri. Banyak mahasiswa kini lebih fokus pada tujuan jangka pendek, seperti mendapatkan pekerjaan yang bergaji tinggi setelah lulus, daripada mengejar ilmu pengetahuan murni.

Dalam kondisi ini, pendidikan tinggi seringkali dipandang hanya sebagai alat untuk mencapai status sosial dan ekonomi yang lebih baik, bukannya sebagai proses yang membentuk individu secara holistik.

Baca Halaman Selanjutnya..

Penurunan Kualitas Akademik

Salah satu dampak buruk dari kapitalisasi kampus adalah potensi penurunan kualitas akademik. Ketika kampus berfokus pada profit, terdapat kemungkinan bahwa kualitas pengajaran dan penelitian dapat terabaikan.

Kampus-kampus yang terobsesi dengan pencapaian finansial bisa saja mengorbankan aspek-aspek penting dalam pendidikan tinggi, seperti kebebasan akademik, integritas penelitian, dan kualitas pengajaran.

Pengajaran yang seharusnya berfokus pada pengembangan pemikiran kritis dan riset, bisa berubah menjadi pendekatan yang lebih pragmatis, berorientasi pada pasar, dan kurang mementingkan pembentukan karakter mahasiswa.

Penurunan kualitas ini bisa terlihat dari semakin banyaknya program-program pendidikan yang menawarkan gelar cepat atau pendidikan jarak jauh dengan biaya tinggi namun tidak diikuti dengan kualitas yang sesuai.

Selain itu, keputusan-keputusan manajerial yang didorong oleh tujuan keuntungan bisa menyebabkan pengurangan jumlah tenaga pengajar yang berkualitas, pengurangan anggaran untuk riset, serta penurunan upah dan kesejahteraan dosen.

Privatisasi dan Ketimpangan Sosial

Kapitalisasi kampus juga berdampak pada peningkatan privatisasi dalam dunia pendidikan tinggi. Universitas yang sebelumnya dikelola oleh negara atau lembaga publik kini mulai beralih ke model swasta atau semi-swasta, yang lebih menekankan pada pencarian laba.

Baca Halaman Selanjutnya..

Hal ini memperburuk ketimpangan sosial, di mana hanya kalangan kaya atau yang mampu membayar biaya kuliah yang dapat mengakses pendidikan berkualitas, sementara mereka yang kurang mampu semakin terpinggirkan.

Di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, banyak universitas bergengsi yang mengandalkan dana besar dari sumbangan alumni dan pihak swasta.

Meskipun ini memungkinkan kampus tersebut berkembang, namun juga mengarah pada ketergantungan yang lebih besar pada sumber pendanaan eksternal.

Ini bisa membuat kebijakan kampus lebih dipengaruhi oleh kepentingan pihak-pihak swasta, yang sering kali tidak sejalan dengan tujuan pendidikan yang lebih luas, seperti pemerataan kesempatan atau pengembangan ilmu pengetahuan demi kemaslahatan umat manusia.

Alternatif dan Tantangan ke Depan

Meskipun kapitalisasi kampus menghadirkan berbagai tantangan, hal ini juga membuka peluang untuk menemukan alternatif sistem pendidikan yang lebih inklusif dan berorientasi pada kesejahteraan bersama.

Salah satu cara untuk menghadapinya adalah dengan memperkuat kembali peran universitas sebagai lembaga publik yang fokus pada pengembangan ilmu pengetahuan dan pemberdayaan masyarakat.

Baca Halaman Selanjutnya..

Hal ini bisa dicapai melalui kebijakan yang mendukung pendidikan tinggi yang lebih terjangkau, serta mendorong penelitian yang memiliki dampak sosial positif.

Selain itu, perlu ada upaya untuk mendorong kolaborasi antara universitas, pemerintah, dan masyarakat, agar pendidikan tinggi tidak hanya menjadi komoditas yang diperdagangkan, tetapi juga sebuah lembaga yang berfungsi untuk membangun masyarakat yang adil dan sejahtera.

Salah satu model yang bisa dicontohkan adalah universitas yang berfokus pada riset dan pengabdian kepada masyarakat, serta mendukung pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai kemanusiaan, keberagaman, dan keadilan sosial.

Kesimpulan

Kapitalisasi kampus adalah fenomena yang semakin marak di dunia pendidikan tinggi, terutama di negara-negara yang menghadapi tuntutan pasar yang semakin kompetitif.

Meskipun ada beberapa manfaat, seperti efisiensi dalam pengelolaan kampus dan peningkatan kualitas fasilitas, fenomena ini juga membawa dampak negatif yang signifikan, seperti ketimpangan sosial, penurunan kualitas pendidikan, dan perubahan orientasi pendidikan menjadi lebih berfokus pada keuntungan finansial.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk berpikir ulang tentang tujuan dan peran universitas dalam masyarakat, serta mencari alternatif model pendidikan yang lebih inklusif dan berbasis pada nilai-nilai kemanusiaan. (*)

Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Senin, 17 Februari 2025
Link Koran Digital: https://www.malutpostkorandigital.com/2025/02/senin-17-februari-2025.html

Exit mobile version