Mengenang Gempa Bumi dan Tsunami Ambon 1674, Sebuah Pelajaran Membangun Masyarakat Tsunami Ready

Tulisannya kemudian berhasil diterbitkan pada 1675, setahun setelah kejadian.  Catatan penting itu menjadi katalog tsunami tertua di Indonesia. Sebuah sumbangan yang amat berharga dari seorang ilmuwan yang sesungguhnya pada saat kejadian mengalami kebutaan akibat sakit glucoma yang dideritanya.

Rumpius saat itu dibantu oleh penulis-penulis lain untuk mencatat dengan detil seluruh kejadian Gempabumi dan Tsunami Ambon Tahun 1674.

Catatan Rumpius kemudian di terbitkan kembali oleh W Buijze. MJ Sirks PhD, professor genetika dari Universitas Groningen, dengan judul: ”Waerachtigh Verhael van der Schierlijke Aerdbevinge” atau Kisah Nyata tentang Gempa Bumi yang Dahsyat.

Dalam catatannya, Rumpius mengisahkan saat kejadian gempabumi itu, lonceng-lonceng di Kastil Victoria di Leitimor berdentang sendiri, dan orang-orang yang sedang berdiri sambil mengobrol berjatuhan menimpa satu sama lainnya atau terguling ketika tanah bergerak naik turun seperti lautan, seperti dalam kutipannya:

“Lonceng-lonceng di Kastel Victoria di Leitimor, Ambon, berdentang sendiri. Orang berjatuhan ketika tanah bergerak naik turun seperti lautan. Begitu gempa mulai menggoyang, seluruh garnisun kecuali beberapa orang yang terperangkap di atas benteng, mundur ke lapangan di bawah benteng, menyangka mereka akan lebih aman. Akan tetapi, sayang sekali tidak seorangpun menduga bahwa air akan naik tiba tiba ke beranda benteng. Air itu sedemikian tinggi hingga melampaui atap rumah dan menyapu bersih desa. Batuan koral terdampar jauh dari pantai”.

Gempa tektonik terjadi dengan kekuatan M = 8,0 dengan pusat gempabumi terletak pada titik kordinat 3,50 LS dan 128,2 BT, atau tepatnya pada jarak 22,8 kilometer arah utara kota Ambon.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5 6 7 8

Komentar

Loading...