Merawat Publik, Meruwat Republik

Sejatinya, rakyat tidak menyalahkan Bahlil. Rakyat meyakini, menteri itu pernah aktif di Pramuka sehingga merupakan orang yang baik hati, tidak sombong, suka menolong, dan rajin menabung.
Namun, dalam membuat keputusan, rakyat ingin ada kajian yang benar-benar deep (mendalam). Dikaji, dikalkulasi, dan dipikirkan kapan hal yang dimaksud diberlakukan.
Jepang saja, pada era 1940-an, ketika hendak mencuri harta warga Indonesia, mengumumkan melalui apa yang disebut cumarit (Madura). Ketika cumarit dibunyikan, rakyat bersembunyi ke dalam lubang. Saat rakyat masuk ke lubang (sejenis bungker), tentara Jepang leluasa mengambil apa saja dari rakyat Nusantara ketika itu.
Sekali lagi, rakyat tahu dan tidak bodoh-bodoh amat terhadap apa yang terjadi pada bangsa ini. Misalnya, adanya oknum yang menjual laut untuk kepentingan pribadi.
Lalu, siapa yang membeli laut dan siapa yang bekerja kepada pembeli laut (bahkan hutan dan seisinya), rakyat tahu dan tidak bisa berbuat banyak. Sebab, rakyat paham, negara dikendalikan para bandit (meminjam istilah Mahfud MD).
Rakyat teringat puisi W.S. Rendra, Sajak Sebatang Lisong:
Aku bertanya, tetapi pertanyaan-pertanyaanku, membentur meja kekuasaan yang macet...
Begitulah. Narasi ini tidak sedang bermaksud menyindir siapa untuk kebijakan yang bahkan tidak populis sekalipun. Bagaimanapun, rakyat alias publik sudah seharusnya dirawat sebagaimana para punggawa meruwat republik untuk manusia Indonesia hari ini dan generasi bangsa masa depan. (*)
Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Kamis, 13 Februari 2025
Link Koran Digital: https://www.malutpostkorandigital.com/2025/02/kamis-13-februari-2025.html
Komentar