Site icon MalutPost.com

Menggugat Sistem Kurikulum Indonesia

Oleh: Salim
(Kepsek SD Alam Madani)

Pendidikan adalah pilar utama dalam membangun peradaban suatu bangsa. Di Indonesia, kurikulum pendidikan selalu menjadi topik hangat yang diperdebatkan oleh berbagai kalangan, mulai dari praktisi pendidikan, orang tua, hingga siswa sendiri.

Kurikulum, sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, seharusnya menjadi alat untuk menciptakan generasi yang berkualitas, kreatif, dan mampu bersaing di era global.

Namun, realitanya, kurikulum pendidikan di Indonesia sering kali dinilai belum mampu menjawab tantangan zaman. Artikel ini akan mengkritik beberapa aspek kurikulum pendidikan di Indonesia yang perlu diperbaiki, sekaligus memberikan solusi untuk mengatasi masalah tersebut.\

Salah satu masalah utama kurikulum pendidikan di Indonesia adalah muatan materi yang terlalu padat. Siswa dijejali dengan banyak mata pelajaran, mulai dari ilmu alam, sosial, agama, hingga keterampilan.

Namun, kedalaman materi sering kali dikorbankan demi mengejar target kurikulum. Akibatnya, siswa hanya sekadar menghafal materi tanpa benar-benar memahami konsepnya. Padatnya kurikulum juga membuat siswa kehilangan waktu untuk mengembangkan minat dan bakat mereka di luar akademik.

Misalnya, siswa yang berbakat di bidang seni atau olahraga sering kali kesulitan mengeksplorasi potensi mereka karena tuntutan akademik yang terlalu tinggi. Kurikulum seharusnya lebih fleksibel dan memberikan ruang bagi siswa untuk mengembangkan diri sesuai minat dan bakat mereka.

Era globalisasi dan revolusi industri 5.0 menuntut adanya keterampilan baru seperti literasi digital, kreativitas, kemampuan berpikir kritis, serta kolaborasi antara manusia dan teknologi.

Baca Halaman Selanjutnya..

Sayangnya, kurikulum pendidikan di Indonesia masih terlalu fokus pada materi-materi konvensional yang kurang relevan dengan kebutuhan zaman.

Misalnya, siswa masih diharuskan menghafal rumus-rumus matematika yang kompleks, tetapi kurang diajarkan bagaimana menerapkan ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari atau dalam konteks teknologi yang berkembang pesat.

Selain itu, kurikulum juga kurang menekankan pada pengembangan soft skills seperti komunikasi, kolaborasi, dan problem solving, yang sangat dibutuhkan dalam dunia kerja dan kehidupan sosial.

Kurikulum seharusnya lebih adaptif terhadap perubahan zaman dan mempersiapkan siswa untuk menghadapi tantangan masa depan, termasuk bagaimana berinteraksi dengan teknologi secara bijak dan bertanggung jawab dalam era industri 5.0.

Implementasi kurikulum di Indonesia sering kali tidak merata antara daerah perkotaan dan pedesaan. Sekolah-sekolah di kota besar biasanya memiliki fasilitas dan tenaga pengajar yang memadai, sehingga mampu mengimplementasikan kurikulum dengan baik.

Namun, di daerah terpencil, banyak sekolah yang kekurangan fasilitas, buku, dan guru berkualitas. Akibatnya, siswa di daerah pedesaan sering kali tertinggal dalam hal kualitas pendidikan.

Ketimpangan ini semakin diperparah dengan kurangnya perhatian pemerintah terhadap pendidikan di daerah terpencil. Padahal, pendidikan adalah hak setiap warga negara, tanpa terkecuali.

Baca Halaman Selanjutnya..

Pemerintah seharusnya lebih memperhatikan pemerataan kualitas pendidikan agar semua siswa, di mana pun mereka berada, bisa mendapatkan pendidikan yang layak.

Selama bertahun-tahun, kurikulum pendidikan di Indonesia terlalu berorientasi pada Ujian Nasional (UN) sebagai tolok ukur keberhasilan siswa. Akibatnya, proses pembelajaran sering kali hanya fokus pada persiapan ujian, bukan pada pemahaman konsep atau pengembangan karakter siswa.

Banyak sekolah yang mengadakan les tambahan, try out, dan drilling soal hanya untuk memastikan siswa lulus ujian. Meskipun UN sempat dihapus dan digantikan dengan Asesmen Nasional, rencana untuk mengaktifkan kembali UN menimbulkan kekhawatiran bahwa pola pikir yang berorientasi pada ujian akan kembali melekat di banyak sekolah.

Hal ini berpotensi membuat proses pembelajaran menjadi kaku dan kurang menyenangkan bagi siswa. Kurikulum seharusnya lebih menekankan pada proses pembelajaran yang bermakna, bukan sekadar mengejar nilai ujian.

Jika UN benar-benar diaktifkan kembali, perlu ada mekanisme yang memastikan bahwa ujian tersebut tidak menjadi satu-satunya tolok ukur keberhasilan siswa, tetapi hanya sebagai salah satu alat untuk memetakan kualitas pendidikan.

Guru adalah ujung tombak dalam implementasi kurikulum. Namun, dalam praktiknya, guru sering kali tidak dilibatkan dalam proses pengembangan kurikulum. Kurikulum biasanya dibuat oleh tim ahli di tingkat pusat, tanpa mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan di lapangan

Akibatnya, banyak guru yang kesulitan mengimplementasikan kurikulum karena tidak sesuai dengan kondisi siswa atau lingkungan sekolah. Selain itu, beban administratif yang terlalu berat sering kali membuat guru tidak memiliki waktu untuk mengembangkan metode pembelajaran yang kreatif dan inovatif.

Baca Halaman Selanjutnya..

Padahal, guru seharusnya memiliki peran aktif dalam menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan siswa. Pemerintah seharusnya lebih melibatkan guru dalam proses pengembangan kurikulum dan memberikan pelatihan yang memadai agar guru bisa mengimplementasikan kurikulum dengan baik.

Pendidikan karakter seharusnya menjadi bagian penting dalam kurikulum pendidikan. Namun, dalam praktiknya, pendidikan karakter sering kali hanya menjadi slogan tanpa implementasi yang konkret.

Misalnya, nilai-nilai seperti kejujuran, disiplin, dan toleransi sering kali hanya diajarkan secara teoritis, tanpa ada praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Padahal, pendidikan karakter sangat penting untuk membentuk generasi yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki integritas dan moral yang baik.

Kurikulum seharusnya lebih menekankan pada pengembangan karakter siswa melalui kegiatan-kegiatan yang mendorong kolaborasi, empati, dan tanggung jawab.

Kurikulum pendidikan di Indonesia juga dinilai kurang memperhatikan kebutuhan siswa berkebutuhan khusus. Meskipun sudah ada program pendidikan inklusif, implementasinya masih jauh dari ideal.

Banyak sekolah yang tidak memiliki fasilitas atau tenaga pengajar yang memadai untuk menangani siswa berkebutuhan khusus. Akibatnya, siswa berkebutuhan khusus sering kali tidak mendapatkan pendidikan yang layak.

Baca Halaman Selanjutnya..

Pendidikan inklusif seharusnya menjadi prioritas dalam pengembangan kurikulum. Setiap siswa, terlepas dari kondisi fisik atau mentalnya, berhak mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

Pemerintah dan sekolah seharusnya lebih memperhatikan pendidikan inklusif dengan menyediakan fasilitas dan tenaga pengajar yang memadai.

Saran untuk Perbaikan Kurikulum Pendidikan di Indonesia
Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, diperlukan beberapa langkah konkret. Pertama, kurikulum perlu dirancang ulang agar lebih fleksibel dan tidak terlalu padat.

Materi pelajaran sebaiknya difokuskan pada konsep-konsep yang esensial dan relevan dengan kebutuhan zaman. Selain itu, kurikulum juga perlu memberikan ruang bagi siswa untuk mengembangkan minat dan bakat mereka di luar akademik.

Kedua, kurikulum harus lebih adaptif terhadap perkembangan teknologi dan kebutuhan dunia kerja. Materi pelajaran perlu diintegrasikan dengan literasi digital, kreativitas, dan keterampilan berpikir kritis.

Selain itu, pengembangan soft skills seperti komunikasi, kolaborasi, dan problem solving juga perlu menjadi fokus utama dalam kurikulum.

Ketiga, pemerintah perlu memperhatikan pemerataan kualitas pendidikan di seluruh daerah. Fasilitas sekolah, buku, dan tenaga pengajar yang berkualitas harus disediakan secara merata, terutama di daerah terpencil.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selain itu, program pelatihan dan peningkatan kompetensi guru juga perlu ditingkatkan agar guru bisa mengimplementasikan kurikulum dengan baik.

Keempat, orientasi pendidikan perlu diubah dari sekadar mengejar nilai ujian menjadi proses pembelajaran yang bermakna. Asesmen nasional seharusnya digunakan sebagai alat untuk memetakan kualitas pendidikan, bukan sebagai tolok ukur keberhasilan siswa. Proses pembelajaran perlu lebih menekankan pada pemahaman konsep dan pengembangan karakter siswa.

Kelima, guru perlu lebih dilibatkan dalam proses pengembangan kurikulum. Guru adalah pihak yang paling memahami kondisi dan kebutuhan siswa, sehingga mereka seharusnya memiliki peran aktif dalam menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan di lapangan. Selain itu, beban administratif guru juga perlu dikurangi agar mereka bisa fokus pada proses pembelajaran.

Keenam, pendidikan karakter perlu diintegrasikan secara nyata dalam kurikulum. Nilai-nilai seperti kejujuran, disiplin, dan toleransi perlu diajarkan melalui praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan-kegiatan yang mendorong kolaborasi, empati, dan tanggung jawab juga perlu menjadi bagian dari proses pembelajaran.

Terakhir, pendidikan inklusif perlu menjadi prioritas dalam pengembangan kurikulum. Fasilitas dan tenaga pengajar yang memadai perlu disediakan untuk menangani siswa berkebutuhan khusus  Setiap siswa, terlepas dari kondisi fisik atau mentalnya, berhak mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan mereka.

Pada akhir artikel ini penulis berkesimpulan bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia masih memiliki banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Mulai dari muatan materi yang terlalu padat, kurang relevan dengan kebutuhan zaman, hingga ketimpangan implementasi di daerah.

Untuk menciptakan generasi yang berkualitas, kurikulum seharusnya lebih fleksibel, adaptif, dan berfokus pada pengembangan potensi siswa secara holistik. Pemerintah, sekolah, dan semua pihak terkait perlu bekerja sama untuk memperbaiki kurikulum pendidikan di Indonesia.

Dengan demikian, pendidikan di Indonesia bisa menjadi alat yang efektif untuk menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki karakter yang kuat dan siap menghadapi tantangan masa depan.(*)

Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Kamis, 13 Februari 2025
Link Koran Digital: https://www.malutpostkorandigital.com/2025/02/kamis-13-februari-2025.html

Exit mobile version