Site icon MalutPost.com

Sajian Tradisional dengan Konsep Modern

KEBERSAMAAN: Founder Kris Syamsudin bersama anggota komunitas CAGS saat membangun fasilitas baru lokasi wisata di tempat baru.

Malutpost.com — Wisata Cengkeh Afo, tampil beda dengan menu khas masakan rimo-rimo.Tampilan dengan konsep baru ini terbuka bagi UMKM.

Cengkih Afo, tanaman penghasil bunga cengkih yang telah dinobatkan sebagai tanaman tertua di dunia. Cengkih Afo I dikenal sebagai yang tertua, usianya mencapai 500 tahun, selanjutnya Afo II, yang disebut-sebut sebagai anak dari Afo I, usianya 250 tahun dan pohon cengkih Afo III yang disebut-sebut sebagai generasi ke tiga Afo, usianya dua abad.

Sayangnya, tanaman itu sudah tak dapat dinikmati langsung, Afo I dan II yang berada di tengah hutan Marikurubu sudah tumbang dan mati. Yang tertinggal hanya Cengkih Afo III.

Pohon yang terletak di Kelurahan Tongole, Ternate Tengah ini kondisinya sudah tak baik, selain karena faktor usia, sebagian besar cabangnya telah patah akibat angin kencang yang menghantam lokasi tersebut 15 Februari dua tahun lalu.

Di bawah Cengkih Afo yang berada di ketinggian 600 mdpl inilah, lahir komunitas Cengkeh Afo and Gamalama Spices(CAGS). Komunitas warga Tongole yang terdiri dari para ibu dan bapak juga anak muda. Mereka membangun, mengembangkan, dan mempertahankan wisata cengkih tertua di dunia.

Bersama Founder Kris Syamsudin, mereka pun mengenalkan rempah-rempah asli Maluku Utara kepada dunia melalui sajian menu dengan hiburan musik.

Dalam menjamu para tamu, mereka memainkan perannya masing-masing. Para ibu meramu makanan dengan resep orisinil dengan bumbu rempah alami warisan orang tua yang dimasak dengan cara sederhana, bahkan alat masak pun dari alam.

Baca Halaman Selanjutnya..

Bahan makanan yang akan dimasak dimasukkan dalam bambu lalu dibakar dengan kayu bakar. Sedangkan bapak-bapak menampilkan atraksi budaya, memainkan musik tradisional.

Sejak berdiri pada Oktober 2017, sudah banyak tamu yang dijamu komunitas ini baik wisatawan lokal, nasional hingga mancanegara. Sambutan yang ramah membuat para tamu nyaman dan betah berlama-lama di tempat yang disetting menyatu dengan alam. Inilah resep CAGS tetap eksis hingga kini.

Sayangnya, tempat wisata yang berada tepat di bawah pohon Afo III itu akan pindah. “Tepat 31 Desember tahun lalu, kita pindah dari lokasi lama ke lokasi baru,” kata Founder, Kris Syamsudin kepada Malut Post, akhir pekan lalu.

Kris mengaku, lokasi baru tak jauh hanya sekitar 300 meter dari lokasi sebelumnya. Alasannya karena butuh tempat yang lebih luas dan nyaman.

Di dampingi Ketua Komunitas, Jauhar Mahmud, Kris bilang dengan konsep pariwisata berkelanjutan sejak awal, mereka harus memikirkan terkait carrying capacity atau daya dukung suatu destinasi.

“Kalau di sana kita sudah mentok, tidak bisa dikembangkan lagi karena dibatasi pemukiman warga di kanan dan kiri, sehingga untuk menampung orang lebih banyak itu sudah tidak mungkin,” paparnya.

“CAGS yang sekarang adalah new CAGS atau CAGS baru,”sambung Kris. Perubahan nama itu menandai awal perjalanan komunitas di lokasi yang baru namun dengan konsep yang sama, Community Based Tourism (CBT) atau pariwisata yang melibatkan masyarakat setempat dalam perencanaan, pengembangan, dan pengelolaan pariwisata.

Baca Halaman Selanjutnya..

Kini, lokasi baru new CAGS ini milik ketua komunitas, Jauhar Mahmud. Mereka pun leluasa untuk mengeksplor lebih. Atraksi wisata yang ditawarkan pun beragam dan jauh lebih menarik.

Dengan luas kawasan pengembangan sekitar 800 meter persegi, Kris mengaku lokasi baru jauh lebih tepat, sebab jauh dari pemukiman warga. Suasana rempah dan hutan benar-benar terasa.  “Jadi kalau mau dibilang CAGS berada di tengah jantung hutan rempah maka tepat di lokasi baru ini,”sebutnya.

Ketika jelajah rempah, wisatawan hanya perlu berjalan sekitarnya. Ada bunker Jepang dan sumber mata air, Air Sonoto.  Tak hanya itu, setting lokasi pun akan berbeda. Ada tiga sabua (saung,red), yaitu Sabua Cengke, Sabua Pala, dan Sabua Kayu manis.

Sabua utama dibangun dalam ukuran besar untuk bisa menampung sekitar 100 orang, jadi bisa dipakai untuk seminar. Dua lainnya ukuran standar untuk tempat makan pada umumnya.

Lokasi ini juga dilengkapi musala, galeri untuk kebutuhan sales outlet juga toilet. “Pekerjaan ini dilakukan sendiri oleh masyarakat dengan semangat yang tinggi meski bayarannya tidak seberapa.

Tapi, dengan begini justru meningkatkan sense of belonging semakin tinggi sehingga ide-ide kreatif kita terus bermunculan dan mau untuk terus berbuat yang terbaik,” jelas pria yang aktif mengampanyekan pangan lokal ini.

Diakuinya komitmen komunitas untuk menjaga kearifan lokal dan pelestarian lingkungan terus dipegang teguh. Terbukti, bukan hanya hidangan dan lantunan musik yang ditampilkan kepada wisatawan. Akan tetapi, dari segi arsitektural bangunan pun diperhatikan.

Baca Halaman Selanjutnya..

“Mereka bukan sekadar bangun, tapi ada filosofinya yang diangkat dari identitas leluhur dalam membangun. Contohnya tembok saung itu menggunakan pitate (anyaman dinding rumah dari bambu) gaya zaman dulu,”sebutnya.

Kris dan anggota komunitas, sebisa mungkin meminimalisir penebangan pohon, kecuali demi menjaga keselamatan dan keamanan wisatawan. Mereka lebih memilih cari celah di antara pepohonan untuk dibangun sabua, dibandingkan harus menebang pohon.

“Saat ini kami fokus kerja yang sifatnya berat, sebab menuju bulan Ramadan, sehingga nanti saat Ramadan tiba. Kami hanya perlu bekerja yang sifatnya ringan seperti dekorasi dan pembuatan jalan serta tangga,” tambahnya.

Lokasi baru ini baru akan dibuka untuk umum setelah lebaran Idul Fitri. “Sampai saat ini sudah 58 orderan yang kami batalkan karena sementara membangun,”ungkap Kris yang juga Kepala Bidang Destinasi Pariwisata Daerah Dinas Pariwisata Provinsi Maluku Utara sembari mengungkapkan apresiasinya kepada semua pihak yang telah mendukung.

“Terima kasih untuk BSI Maslahat untuk dukungan secara finansial di akhir tahun kemarin sehingga bisa kami gunakan untuk pembangunan kembali, juga kepada pihak Bank Indonesia (BI), pemerintah Kota Ternate, Pemerintah Provinsi Malut, BPRS Bahari Berkesan, serta semua pihak telah membantu secara institusi maupun pribadi,”ucapnya penuh rasa bangga.

Tak hanya nama, New CAGS pun akan hadir dengan perform yang baru. Selain atraksi budaya jelajah rempah, mengunjungi pohon Cengkih Afo, jamuan di sabua, juga akan ada bird watching burung Pita, bajaga durian, nginep, pusat belanja oleh-oleh, serta berkebun.

Titik belanja oleh-oleh berada di galeri, dimana untuk memasarkan produk rempah baik dalam bentuk bahan baku berupa cengkeh, pala, kayu manis, vanili maupun bentuk olahan.

“Kami membuka diri kerjasama dengan seluruh UMKM yang ada di Maluku Utara untuk memasarkan produknya namun dengan catatan hanya untuk produk khusus berbasis rempah,”terang Kris.

Baca Halaman Selanjutnya..

Alasan di balik pembuatan galeri, diakui Kris, lantaran pengalaman wisatawan yang datang sebelumnya kesulitan membeli bahan baku rempah-rempah maupun produk olahan rempah.

Sementara bird watching burung Pitta merupakan atraksi menarik yang patut dicoba oleh wisatawan. Sebab, burung Pitta Ternate atau burung Tohoko atau Paok Ternate ini merupakan burung endemik yang langka di Pulau Ternate, Maluku Utara.

“Habitat burung Pitta ini berada di perbukitan yang lembab, sehingga lokasi CAGS baru ini sangat cocok untuk mengamati burung Pitta baik siang maupun malam,”sambungnya.

Untuk nginap, lanjut Kris, keputusan komunitas, menargetkan pembuatan tiga unit homestay. Dengan begitu, wisatawan yang datang tidak hanya jelajah dan makan tapi bisa juga menginap.

“Dengan adanya homestay kita sekalian menawarkan atraksi wisata bajaga durian karena sekitaran sini cukup banyak pohon durian milik anggota CAGS sehingga wisatawan tidak perlu jauh-jauh untuk makan durian plus mereka mendapatkan pengalaman jaga durian jatuh pada malam hari,”paparnya.

Selanjutnya, untuk berkebun, Kepala Chef CAGS Baru, Norma bilang mereka memanfaatkan lahan tepat di depan kawasan pengembangan.

Lahan tersebut milik salah satu keluarga warga setempat yang telah memberikan dukungan penuh kepada CAGS Baru untuk dikelola. Mereka akan menanam tanaman rempah dan lainnya bahan baku untuk dimasak.

Baca Halaman Selanjutnya..

“Kita benar-benar mengimplementasikan CBT dengan memberdayakan apa yang ada, serta mengutamakan partisipasi langsung serta mandiri,”kata Norma.

Wisatawan yang datang pun, bisa berkunjung langsung ke kebun.  “Dari segala aspek kami tetap menjaga identitas diri kita, mengangkat nilai-nilai budaya leluhur kita sambil terus memperbaiki pelayanan, higienitas, dan kenyamanan tamu saat makan,”kata Kris.

Ini sejalan dengan cita-cita besar CAGS bersama pemerintah Kota Ternate CAGS mengangkat Ternate sebagai kota rempah hingga mewujudkan Ternate Gastronomi Festival tahun 2025.

“Komitmen kami pada Agustus tahun ini target untuk buat Ternate Gastronomi Festival, makanya kami memulai dengan semangat dan ide baru yang lebih inovatif tanpa melupakan identitas diri kita,”tegasnya.

Tak hanya lokasi, dari sisi SDM para anggota komunitas pun di-upgrade mulai dari soal konsep rempah juga pariwisata berkelanjutan. Perjalanan 8 tahun bersama tidaklah mudah, berbagai tantangan dihadapi hingga saling menguatkan satu sama lain.

“Sebelum mulai operasional lagi, seluruh tim akan dibuatkan pelatihan capacity building untuk memperkuat SDM, diantaranya pelatihan hospitality (keramahtamahan), tata kelola destinasi berbasis ecowisata, serta peningkatan dari sisi marketing,”kata Kepala Bidang Destinasi Pariwisata Daerah Dispar Malut itu.

“Total anggota saat ini kisaran 35 orang dan 10 diantaranya anak-anak muda, yang perempuan itu kita siapkan sebagai waitres atau pelayan lalu laki-laki membantu para bapak-bapak memainkan alat musik,”paparnya seraya mengaku bangga
dengan kekompakan tim.

Baca Halaman Selanjutnya..

Mereka bersyukur atas alam dengan segala pemberiannya sehingga tidak ada alasan untuk tidak berbuat perubahan. Sayangnya, akses menuju lokasi wisata Cengkeh Afo yang baru tepatnya di RT 06, RW 03, Kelurahan Tongole, Ternate Tengah masih perlu perhatian.

“Kami berharap agar jalan menuju ke sini segera diperbaiki. Karena sudah rusak parah apalagi jalan yang ada saat dibuat kala masa pemerintahan Walikota Syamsir Andili,” ungkap Jauhar.

Dia meminta agar Pemkot bisa membantu dengan hotmix. Lokasi yang baru ini pun bisa ditempuh melalui Kelurahan Maliaro, hanya untuk jalur Maliaro masih terlalu berisiko jika menggunakan kendaraan karena jalannya rusak parah.

“Semoga Pemkot Ternate bisa memperhatikan kondisi kami berikan bantuan dari segi aksesibilitas. Biar bagaimana pun CAGS baru ini ikut mem-backup branding kota Ternate sebagai kota rempah yang sejalan dengan visi Walikota Ternate saat ini, Tauhid Soleman,” pungkasnya. (uty/nty).

Putri Citra Abidin
Ternate

Exit mobile version