CATATAN
Wajah Ganda Elit, Dubius, dan Rekam Jejak

Apa memang semata-mata untuk “kebutuhan” pribadi sang elit? Ataukah? Lantas mengapa kita habis-habisan merebut, pertahankan dan akhirnya menjadi gila dan mati karena kekuasaan.
Paranoid, alienasi, trauma dan akhirnya depresi, adalah fenomena kuat di kalangan elit yang tidak lagi berkuasa. Kemana modal sosial politik ketika kekuasaan itu kita genggam.
Kekuasaan memang melenakan, dan membuat kita lupa untuk turun ketika berada di puncak. Kekuasaan adalah kegilaan sekaligus kematian.
Yang justru kita abaikan dalam setiap momen perebutan kuasa adalah melakukan rekam jejak sang elit atau mereka yang berkuasa, atau yang akan berkuasa.
Rekam jejak menjadi penting untuk mengetahui apakah sang elit/aktor masih pantas untuk dipilih? Bagaimana selama kepemimpinannya, adakah yang telah diperbuat? Ataukah hanya menggunakan kekuasaannya untuk memperkaya diri dan sebagainya.
Rekam jejak ini harus dicatat dan ditagih dengan serius, karena setiap elit, apalagi yang bersinggungan dengan publik, sekecil apapun yang diperbuatnya, harus diketahui publik.
Publik bukanlah domain kaku. Publik menurut Jurgen Habermas (1991) adalah suatu sistem yang menyediakan ruang otoritas. Elit yang mau diakui, dihargai, dihormati, dilayani bak raja, harus melalui otoritas ruang publik ini. Dengan begitu, elit yang hendak berkuasa (termasuk yang mau lagi berkuasa), harus siap di rekam jejaknya oleh publik.
Penerimaan publik merupakan jembatan antara kepentingan publik dan kepentingan sistem kekuasaan (termasuk pelanggengan kekuasaan) yang di dalamnya terjadi pertarungan hegemoni habis-habisan, dan hanya publik yang tercerahkan dan cerdas yang dapat mencari solusi terbaik dari pertarungan hegemoni tersebut.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar