CATATAN

Wajah Ganda Elit, Dubius, dan Rekam Jejak

Tak jarang, kita menyaksikan politisi dan pejabat tampil dalam dua wajah : menakutkan sekaligus menyejukkan. Wajah politik, adalah wajah ganda penuh kontroversi.

Akan halnya demokrasi. Kata ini juga mengalami distorsi dan kerap menjadi “pentungan” ketika kita tak bisa lagi berkelit. Indikasi paling kentara, ketika kekuasaan mati-matian digenggam tak mau dilepaskan, lalu lawan-lawan politik (?) ditempatkan pada posisi sebagai orang yang tidak demokratis.

Dalam konteks ini, apa relevansi yang bisa ditangkap dari merebut dan mempertahankan kekuasaan dengan cara-cara tidak demokratis, lalu berkoar-koar menuntut demokrasi itu sendiri.

Alhasil, acapkali kita juga bersikap tidak demokratis, merebut dan mempertahankan mati-matian kekuasaan, atau menempuh cara-cara tidak beradab hanya untuk menjaga status quo yang ada.

Demokrasi menjadi tersandera, terperangkap pada sikap-sikap yang justru tidak demokratis, atau meminjam istilah Juan J. Linz, demokrasi kaum penjahat (Linz, 2001).

Berangkat dari paparan di atas, dengan merujuk pada analisis Klaus von Beyme, seorang ilmuwan politik Jerman (1934-2021), mengenai karakter gerakan politik identitas. Boleh jadi, kita masih termasuk dalam tipologi pramodern.

Tahap pramodern, menurut Beyme, ditandai dengan munculnya perpecahan fundamental, gerakan sosial politik secara menyeluruh dihadirkan kelompok-kelompok yang pada tahapan ini, para pemimpin memprakarsai mobilisasi secara ideologis, dengan tujuan perampasan dan perebutan kekuasaan dari satu penguasa ke penguasa yang baru.

Kita belum menyadari sungguh, untuk apa dan bagaimana kekuasaan itu dikelola. Kita memang belum terlalu paham untuk apa “politik kekuasaan” itu.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4

Komentar

Loading...